Bantul
Alat Berat Rusak, TPST Piyungan Tak Bisa Terima Sampah
Mereka tak bisa membuang sampah karena alat berat yang dimiliki TPST tak bisa beroperasi.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Puluhan sopir truk sampah yang hendak membuang sampah ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, Senin (23/7/2018) harus gigit jari.
Pasalnya, mereka tak bisa membuang sampah karena alat berat yang dimiliki TPST tak bisa beroperasi.
Heri Setiawan, salah satunya.
Pengemudi truk sampah asal Bantul yang hari itu berniat membuang sampah ke TPST Piyungan tampak kecewa karena kedatangannya sia-sia.
“Tadi mau masuk tapi dikasih tahu sopir lain katanya tidak bisa. Terpaksa putar balik,” kata Heri singkat dari dalam truk.
Heri masih belum tahu akan dibuang kemana sampah yang ia bawa tersebut.
Sejauh ini ia memilih kembali membawa sampah yang ia bawa sampai ada kejelasan kapan TPST Piyungan bisa kembali menerima sampah.
Resikonya, ada tumpukan sampah tertahan di truk miliknya.
Baca: Alat Berat Rusak, TPST Piyungan Tak Bisa Terima Sampah Masuk
Maryono selaku Ketua Komunitas Pemulung TPST Piyungan 'Mardiko' menjelaskan, kendaraan pengangkut sampah yang biasa membuang sampah ke TPST Piyungan diketahui sudah antre untuk masuk TPST sejak pagi hari.
“Sudah antre panjang sampai jalan masuk,” katanya.
Antrean kendaraan pengangkut sampah ini bertahan hingga menjelang siang hari.
Jumlah antrean semakin memanjang. Warga sekitar, termasuk Maryono berinisiatif berkomunikasi dengan pihak pengelola TPST tentang masalah yang menyebabkan truk tak bisa membuang sampah ke TPST.
Hasilnya, didapat jawaban bahwa alat berat milik TPST diketahui mengalami kerusakan.
“Katanya alat beratnya rusak, jadi tidak bisa mengeruk sampah dari area droping truk sampah ke tengah TPST. Kami warga sepakat meminta truk sampah putar balik saja karena kondisinya seperti ini,” kata Maryono.
Keputusan untuk meminta sopir truk sampah putar balik ini menurut Maryono karena antrean truk dikhawatirkan membuat bau sampah memenuhi area masuk TPST.
Kekhawatiran lain, bisa sampai mengganggu arus lalu lintas jalan raya menuju TPST mengingat jumlah truk yang hendak masuk cukup banyak.
Baca: Pemilahan Tidak Berjalan, TPST Piyungan Semakin Overload
“Sebagian jalan menuju area TPST saja sudah menyempit karena sampah yang masuk sejak beberapa hari lalu belum sempat ditata ke arah tengah, jadi masih di pinggir jalan. Kami khawatir truk sampah kembali membuang sampah di pinggir jalan sementara alat berat belum berfungsi,” kata Maryono.
Kepala Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi, dan Air Minum Perkotaan (PISAMP) DIY, Agung Satrio dikonfirmasi soal banyaknya truk sampah yang putar balik balik ini mengamini karena alat berat milik TPST Piyungan tak bisa beroperasi.
“Semua alat berat di TPST sedang rusak,” kata Agung.
Dijelaskan Agung, sejak mulai dioperasikan tahun 1996, TPST Piyungan memiliki 10 alat berat.
Mayoritas berupa bulldozer dan backhoe serta compactor.
Namun sejak sepuluh tahun terakhir, hanya ada empat alat berat yang bisa beroperasi.
Terdiri dari dua bulldozer dan masing-masing satu backhoe dan compactor.
Enam lainnya, diketahui mengalami kerusakan rata-rata karena mesin cepat panas (over heat) yang disebabkan radiator tak berfungsi baik.
Atau seringkali, seal atau klep mengalami aus mengakibatkan fungsi hidrolik tak bisa berjalan baik.
Empat alat yang terakhir rusak ini, menurut Agung juga beberapa kali rusak.
Baca: Pembersihan Lahan Bandara NYIA Kulonprogo, Alat Berat Robohkan Tiga Rumah Warga di Desa Glagah
“Empat mesin terakhir ini sudah sempat rusak, tapi selalu kita perbaiki dan bisa beroperasi lagi. Tapi karena faktor usia, mesin ini kembali rusak. Selain, juga kerja mesin yang cukup berat. Durasinya operasional bisa lebih dari 12 jam sehari. Mulai jam 08.00 pagi sampai 22.00 malam,” kata Agung.
Pengajuan pengadaan mesin tambahan yang lebih baru, menurut Agung sebenarnya sudah pernah beberapa kali dikomunikasikan kepada pihak Pemerintah Provinsi DIY.
Sayang, sampai saat ini belum ada persetujuan pengadaan alat berat. Agung memprediksi, anggaran tersebut diprioritaskan untuk kebutuhan lain.
Seperti bidang pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur yang dirasa lebih prioritas.
Apalagi, untuk pengadaan satu unit alat berat ini harus menelan biaya paling sedikit Rp 800 M untuk satu unit.
Sementara untuk biaya perbaikan, juga tidak murah dan butuh waktu yang cukup lama. (TRIBUNJOGJA.COM)