Gunungkidul
Inilah Kampung Bakmi Jawa di Gunungkidul
Apabila ada satu keluarga yang memiliki wirausaha menjual bakmi, maka suatu saat nanti akan dilanjutkan oleh anaknya.
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Ari Nugroho
Laporan Calon Reporter Tribunjogja Wisang Seto Pangaribowo
TRIBUNJOGJA.COM,GUNUNGKIDUL - Gunungkidul menjadi tempat tujuan wisata tidak terlepas dari kulinernya satu diantara kuliner Gunungkidul yang terkenal adalah bakmi jawa.
Satu desa di Gunungkidul yang terkenal dengan bakmi jawa adalah desa Piyaman hingga dijuluki oleh masyarakat sekitar sebagai kampung bakmi jawa.
Di sepanjang jalan di desa Piyaman banyak penjual bakmi jawa.
Karena banyaknya penjual bakmi jawa, pada 2014 dibentuk paguyuban penjual bakmi jawa yang saat ini diketahui oleh Pur Sukiran(68).
Sebagai ketua paguyuban ia berjualan di Wonosari, dengan dua gerobak di depan warung bakmi yang sederhana.
Baca: Warung Bakmi Jawa Ini Persilahkan Pengunjung Protes Jika Tidak Pakai Ayam Kampung
Ia mengatakan dalam satu hari ia mampu menghabiskan 7-8 ayam kampung.
Warung bakminya buka dari pukul 5 hingga 12 malam.
Jika kurang dari jam 24.00 sudah habis ia akan tetap memasak bakmi jawa pesanan pelanggannya.
"Jika jam 22.00 sudah habis tetap akan dilayani karena stok bahan ada di warung, batu jam 24.00 akan ditutup," jelasnya saat ditemui Tribunjogja.com, Senin (16/7/2018).
Selaku ketua Paguyuban ia mengatakan ada ratusan penjual bakmi jawa yang tersebar di DIY bahkan hingga Jakarta, Kalimantan, dan di pulau Bangka.
"Tetapi yang menjadi anggota paguyuban hanya 40 orang karena sulit untuk mengumpulkan ratusan penjual bakmi jawa," tuturnya.
Baca: Bakmi Jawa nan Sehat Ala Mi Lethek
Warga Padukuhan Kemorosari II Piyaman ini menyebutkan, banyaknya pedagang bakmi Jawa di desa ini karena adanya pola usaha turun temurun dari generasi terdahulu ke generasi saat ini.
Apabila ada satu keluarga yang memiliki wirausaha menjual bakmi, maka suatu saat nanti akan dilanjutkan oleh anaknya.
Bahkan terkadang tidak hanya diteruskan oleh salah satu anaknya saja.
"Belajar otodidak dari ayah saya saat itu tahun 1967, saya sudah membantu ayah saya berjualan sejak remaja di Yogyakarta tepatnya di Kuncen. Tetapi setelah menikah pada tahun 1981 saya pindah berjualan dari Yogyakarta ke Wonosari," katanya.
Ia mengaku dalam sehari mampu meraih omzet hingga Rp 4 juta rupiah dalam satu malam tetapi jika waktu libur sampai Rp 6 juta.
"Ramai saat malam minggu atau musim liburan seperti libur lebaran kemarin omzet hingga Rp 6 juta dalam satu malam," tuturnya.
Ia mengatakan dalam berjualan dirinya tidak ada resep khusus hanya kejujuran yang ia pengang teguh dan tidak aji mumpung saat musim liburan datang.
"Harga saat liburan dan hari biasa tetap tidak berubah satu porsinya Rp 13 ribu. Banyak pedagang nakal yang menaikkan harga saat liburan bahkan ada juga yang memberikan harga berdasarkan kendaraan yang digunakan pelanggan. Misalkan jika pelanggan menggunakan mobil harganya ditinggikan,"bebernya.
Baca: Bakmi Karet dan Bakso Domba, Menu Unik Baru dari Ronalee Resto
Tidak hanya menjual bakmi jawa saja tetapi Pur juga menerima pesanan gerobak untuk menjual bakmi jawa yang ia patok harganya sebesar Rp 4 juta satu gerobaknya.
Ia dibantu sang adik dalam pembuatan gerobak bakmi jawa.
Sementara itu kepala desa Piyaman Tugino mengatakan memang desanya terkenal dengan bakmi jawanya hingga membuatnya tergerak untuk menjadikan bakmi jawa sebagai ikon Badan Usaha Milik Desa (BUMdes).
Ia berharap dengan adanya BUMdes tidak hanya pedagang bakmi jawa saja yang untung tetapi juga pedagang bahan baku untuk bakmi jawa dapat menikmati keuntungan.
Dengan dibentuknya BUMdes maka penjual bakmi jawa tidak membeli bahan baku olahan bakmi di tempat lain tetapi membeli bahan baku tetap dari petani Desa Piyaman.
"Dengan itu ekonomi desa dapat berkembang tidak hanya penjual bakmi jawa saja yang untung tetapi juga petani yang ada disekitaran desa Piyaman juga dapat menikmati keuntungannya," terangnya.(TRIBUNJOGJA.COM)