Pendidikan
PPDB Giring Realisasi Program Reposisi Guru di Bantul
Reposisi guru atau penempatan guru ke sekolah lain ini bertujuan untuk menghilangkan status sekolah favorit sebagai imbas dari PPDB.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP mendorong Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Bantul melakukan program reposisi guru.
Hal ini dilakukan guna pemerataan kualitas tenaga pengajar sekolah-sekolah di Bantul.
Kepala Disdikpora Bantul, Didik Warsito mengatakan, reposisi guru atau penempatan guru ke sekolah lain ini menjadi satu dari beberapa terobosan guna menghilangkan status sekolah favorit sebagai imbas dari PPDB.
Arah sistem zonasi ini menurut Didik juga demi menghilangkan status sekolah favorit.
“Jadi konsep ke depan, pendaftaran sekolah hanya soal jarak. Tidak ada kaitannya lagi dengan nem (nilai ebtanas murni). Artinya, anak bisa mendapat pendidikan di sekolah yang dekat (dengan rumahnya) dengan kualitas sekolah yang sama (dengan sekolah lain),” kata Didik.
Kualitas guru disebut-sebut menjadi salah satu faktor penentu kualitas sekolah.
Selama ini, guru dengan kualitas bagus cenderung juga mengajar di sekolah dengan kualitas baik pula.
Walhasil, sekolah dengan kualitas kurang baik tak bisa berkembang karena minim guru dengan kualitas baik.
Reposisi guru ini menjadi satu diantara program guna meningkatkan kualitas tenaga pengajar di sekolah.
Sebagai gambaran, reposisi guru akan diterapkan kepada guru yang sekolahnya jauh dari tempat tinggal.
Guru tersebut akan dipindah ke sekolah dengan lokasi dekat dengan rumahnya.
“Harapannya, kepekaan guru untuk mendidik anak didiknya dengan kualitas bagus akan meningkat jika dekat dengan rumah. Guru jangan lagi menanyakan dosa karena direposisi tapi hal ini dilakukan semata-mata demi meningkatkan kualitas tenaga pengajar dan pemerataan kualitas sekolah,” kata Didik.
Reposisi guru ini menurut Didik akan dimulai tahun ini namun dari tingkat guru SD terlebih dahulu.
Mereposisi guru SD yang mengajar berdasar per kelas lebih mudah dibanding guru SMP karena harus disesuaikan dengan Mata Pelajaran yang sama.
Namun demikian, reposisi guru SMP akan menyusul kemudian.
Oleh sebab itu, ke depan, ditegaskan Didik bahwa tiap sekolah tak perlu lagi khawatir menerima siswa yang tidak pintar.
Menurutnya, di masa yang akan datang tiap sekolah pasti mempunyai siswa yang bervariasi mulai dari pintar, sedang atau bahkan kurang pintar di kelasnya.
Hanya saja, dalam waktu dekat, sekolah-sekolah di Bantul secara perlahan dituntut untuk juga bisa meningkatkan kualitas sekolahnya secara merata di semua wilayah.
Tidak perlu ada pembeda proses pengajaran kepada siswa dengan status kepintaran berbeda.
“Tinggal tugas sekolah dan guru membuat anak yang kurang pintar ini menjadi pintar melalui kualitas sekolah dan tenaga pengajar di dalamnya. Memang menyamakan kualitas sekolah di Bantul ini tidak mudah dan instan, tapi arah kita nanti kesana, agar tidak ada lagi sekolah favorit,” kata Didik. (*)
