Sipendil
Sipendil, Alat Deteksi Longsor Berbasis Air Hujan dari UGM
Selain GOTRO, Universitas Gadjah Mada (UGM) juga meluncurkan Sipendil atau Sistem Peringatan Dini Longsor.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Hari Susmayanti
Laporan Reporter Tribun Jogja Alexander Ermando
TRIBUNJOGJA.COM - Selain GOTRO, Universitas Gadjah Mada (UGM) juga meluncurkan Sipendil atau Sistem Peringatan Dini Longsor pada Jumat (18/05/2018).
Alat Sipendil ini dikreasikan oleh Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM Nugroho Christanto.
Proyek ini ia kerjakan bersama Ketua Tim Pengembang GOTRO Anggi Setiawan dan Sulkhan Nurrohman, alumnus Fakultas Geografi UGM.
"Sipendil ini menginformasikan peringatan dini longsor kepada warga dengan mengandalkan ambang batas hujan," jelas Nugroho.
Baca: Ciptakan GOTRO, PSBA UGM Ingin Benahi Manajemen Pascabencana
Saat mendemonstrasikan Sipendil, Nugroho menunjukkan dua alat berupa corong serta tabung berwarna oranye.
"Corong ini berfungsi sebagai pengumpul air hujan, lalu dialirkan menggunakan pipa atau selang ke tabung ini," papar Nugroho.
Saat air hujan terkumpul di dalam tabung, kotak di bawah tabung akan bereaksi mengeluarkan bunyi alarm.
Itulah tanda peringatan yang dikeluarkan apabila rawan terjadi longsor.
Indikator alarm didasarkan pada batas curah hujan yang sedang terjadi. Nugroho mengistilahkannya sebagai tebal hujan.
"Alarm akan berbunyi pada saat mendekati angka minimal 50 mm," kata Nugroho yang juga merupakan Ketua Tim Peneliti Fakultas Geografi UGM ini.
Meskipun demikian, potensi dan tingkat rawan longsor sendiri masih bergantung pada kondisi tanah, batuan, kemiringan serta karakter hujan di lokasi setempat.
Maka dari itu, Nugroho menyatakan bahwa alat ini akan dimonitor oleh seorang relawan resmi yang bertindak sebagai operator.
Relawan inilah yang membuat keputusan apakah evakuasi warga harus segera dilakukan atau masih menunggu perkembangan.
"Jadi meskipun Sipendil telah memberikan peringatan, keputusan tetap ada pada manusia sebagai operatornya," ujar Nugroho.