Bandara NYIA

Warga Penolak Sebut AP I Tak Bercermin dari Kesalahan Terdahulu

Niatan PT Angkasa Pura I untuk mempercepat upaya pengosongan lahan pembangunan NYIA kian menggebu.

IST
Warga penolak bandara di Sidorejo, Desa Glagah membunyikan kentongan bernada titir saat tim AP I datang untuk menyerahkan SP III pengosongan lahan, Rabu (25/4/3018). 

TRIBUNJOGJA.COM - Niatan PT Angkasa Pura I untuk mempercepat upaya pengosongan lahan pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) dan pemindahan warga penolak dari areal lahan tersebut kian menggebu.

Di sisi lain, kelompok warga penolak menilai pemrakarsa pembangunan bandara tersebut tidak bercermin pada kesalahan di tahap-tahap sebelumnya.

Pemerintah Kabupaten Kulonprogo dan AP I bersama aparat keamanan dan militer memang sudah beberapa kali melakukan rapat koordinasi untuk menuntaskan pengosongan lahan tersebut.

Bahkan, pada pertemuan di pekan lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut dilibatkan dalam koordinasi tersebut menyangkut prosedur pemindahan warga penolak.

Skenarionya, warga beserta seluruh perabotan yang dimiliki akan dipindahkan ke rumah kontrak yang disewa AP I selama 3 bulan.

Hal ini menandakan bahwa tak lama lagi eksekusi pengosongan lahan itu akan segera dilakukan.

Baca: Kenakan Seragam Polisi, Band Musik Polda DIY Bius Ratusan Pengunjung Malioboro

Meski belum diketahui jadwal pastinya, AP I dan Pemkab Kulonprogo menyiratkan bahwa eksekusi akan dilakukan sebelum masuk bulan puasa.

Atas hal ini, kelompok warga penolak pembangunan NYIA dari Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) menyatakan akan tetap bertahan sebisa mungkin dan mempertahankan segala haknya atas tanah dan rumah sebagai ruang hidupnya.

Warga tetap pada pendiriannya bahwa konsinyasi kompensasi pembebasan lahan di pengadilan yang dilakukan AP I sebagai langkah yang cacat hukum.

Sedangkan AP I meyakini pembebasan lahan tersebut sudah tuntas sepenuhnya dengan adanya penetapan konsinyasi ganti rugi tersebut.

Seorang pentolan PWPP-KP, Sofyan, Minggu (6/5/2018) mengatakan permasalahannya bukan tentang warga yang berkeras meyakini bahwa tanah itu sebagai haknya.

Namun, yang jadi dasar AP I untuk mengambil tanah itu adalah konsinyasi yang menurutnya cacat hukum.

Warga meyakini tahapan konsinyasi itu maladministrasi karena sejumlah persyaratannya tidak dipenuhi AP I.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY memang pernah merilis hasil investigasi yang menyebut terjadi maladministrasi dalam proses konsinyasi tersebut.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved