Kebumen
Jika Mau Khudori Bisa Berangkat Haji Pakai Paket Plus, tapi Dia Pilih Naik Sepeda Berkarat
Kendaraan yang dipakai mereka untuk melintasi banyak negara ini hanyalah sepeda tua dan berkarat.
Kisah dua pria asal Kebumen, Khudori dan Nurrudin yang berangkat haji dengan naik sepeda ontel menyedot perhatian masyarakat. Saat kisah itu diunggah di media sosial, ribuan komentar positif mengalir untuk mendoakan mereka agar selamat sampai tujuan hingga menjadi haji mabrur. Tetapi tidak jarang warganet yang masih meragukan keberhasilan mereka sampai di tanah suci.
Susah terbayang beratnya perjuangan kedua orang ini untuk mencapai tanah suci. Kendaraan yang dipakai mereka untuk melintasi banyak negara ini hanyalah sepeda tua dan berkarat.
Keduanya juga sudah memasuki usia lanjut. Di usia itu, kebugaran fisik pastilah menurun sehingga akan mudah letih kala berjalan jauh.
Tetapi lebih banyak masyarakat yang optimis, jika Allah SWT telah berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia ini.
Tekat kedua orang tua ini pun menimbulkan beragam tanya di benak masyarakat. Apakah mereka tidak punya kemampuan finansial untuk mendaftar haji reguler?
Dikutip Tribunjogja.com dari Tribunjateng.com menelusuri asal muasal dua calon jemaah haji tersebut.
Khudori, yang merupakan warga Desa Roworejo Kebumen bukanlah orang miskin.
Jika dia mau, anak-anaknya yang telah hidup mapan mudah saja memberangkatkannya ke tanah suci, bahkan dengan paket haji plus sekalipun. Mereka pun siap mendaftarkan orangtuanya itu kapan saja jika dia mau.
Tetapi Khudori ternyata bukan tipe orang tua yang suka bergantung, meskipun kepada anak kandungnya sendiri.
"Anak-anaknya cukup. Bahkan untuk daftar haji plus mampu. Tapi dia gak mau merepotkan anak. Dia kukuh mau tetap bersepeda," kata Kepala Desa Roworejo Kebumen Amir Syarifudin, Jumat (4/5/2018)
Tekad Khudori untuk berangkat haji menggunakan ontel bahkan telah direncanakan matang.

Ia telah lama mempersiapkan rencana perjalanannya itu, termasuk mengurus dokumen keimigrasian ke kantor imigrasi Cilacap tahun lalu.
Tekadnya sudah bulat. Tidak ada siapapun, termasuk keluarganya yang mampu melarang kehendak orang tua itu.
Hingga suatu hari, saat berjumpa dengan Khudori, Amir dipersilakan datang ke rumah untuk mendoakan keberangkatannya. Tidak ada acara tasyakuran mewah layaknya calon jamaah haji pada umumnya, saat akan pamit berangkat.
Pria yang sehari-hari bertani itu didoakan warga sesaat sebelum keberangkatannya, dengan prosesi sederhana.