Bantul
Tempat Sampah Karya Mahasiswa Ini Bisa Bersuara, Bantu Tuna Netra Buang Sampah
Sedari awal Rizki datang ke sekolah, Abdul mengaku sudah langsung tertarik dengan proyek yang akan ia buat itu.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL -
Sampah sisa makanan. Tutup akan terbuka selama sepuluh detik, silahkan masukkan sampah.
Tutup akan tertutup selama tiga, dua, satu.
Terimakasih telah memilah sampah sesuai tempatnya.
Kalimat itu keluar dalam bentuk suara elektronik di sebuah tempat sampah di Sekolah Luar Biasa (SLB) N 1 Bantul, Senin (30/4/2018).
Suara keluar, karena sedang ada salah satu siswa yang sedang membuang bekas makanan.
"Gampang sekali," kata murid tersebut usai membuang sampah.
Namanya Hepi Lintu Pinasti, gadis yang baru saja membuang sampah tersebut.
Ia adalah salah satu siswi SLB N 1 Bantul yang kini duduk di kelas X (A).
A adalah klasifikasi kelas Hepi, khusus diisi anak-anak yang mengalami kekurangan pada pandangan mata (tuna netra).
Baca: Selain untuk Obat, Jutaan Kecoa di China Juga Dimanfaatkan untuk Memusnahkan Sampah Makanan
Hepi lalu bercerita singkat, keberadaan tempat sampah yang bisa berbicara itu sangat memudahkannya membuang sampah.
Terutama ketika ia memilih kotak. karena tempat sampah yang biasanya berisi tiga kotak, masing-masing kotak peruntukkanya berbeda tergantung jenis sampah.
"Dengan tempat sampah yang baru ini saya bisa langsung tahu dan mengerti harus memasukkan sampah ke kotak yang mana karena ada suara yang keluar. Kalau tempat sampah biasa memang sedikit sulit membedakan kotak untuk jenis sampah yang berbeda," kata Hepi.
Tempat sampah yang bisa berbicara itu adalah karya Rizki Kurniawan Saputra (21), mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Tempat sampah dibuat sebagai bagian dari Tugas Akhir (TA) sesuai dengan fokus studinya di bidang kajian pengelolaan sampah.
Ide awal Rizki membuat tempat sampah otomatis ini didasari atas keberadaan tempat sampah pada umumnya yang sebenarnya kurang ramah untuk difabel khususnya tuna netra.
"Perbedaan warna pada tempat sampah tidak berfungsi untuk tuna netra karena tidak bisa melihat," kata Rizki.
Oleh sebab itu Rizki menambahkan suara elektronik dalam tempat sampah.
Suara muncul dari sebuah kotak elektronik yang terhubung dengan sensor gerak.
Dengan adanya sensor gerak ini, tempat sampah bisa 'tahu' ada orang yang mendekat ke area sekitarnya.
Baca: Cara Hilangkan Bau Tong Sampah
Alat juga terhubung ke sistem mekanik yang bisa membuka dan menutup tutup tempat sampah.
Kapan tutup tempat sampah terbuka dan tertutup, terintegrasi cukup baik dengan suara yang dikeluarkan.
Semua rangkaian elektronik ini bersumber dari tenaga listrik AC PLN.
"Saya berharap, tempat sampah khusus ini bisa membantu kaum difabel khususnya tuna netra ketika akan membuang sampah. Mereka bisa lebih jelas memasukkan sampah ke kotak sampah dengan tepat," kata Rizki yang akan sedang mengurus Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) itu.
Abdul Adhim, Ketua Jurusan Tuna Netra (Kelas A) SLB N 1 Bantul pun tak segan memuji karya buatan Rizki ini.
"Menurut saya teknologinya sangat sederhana, sensor dan mekanisme gerak dan suara bisa dirangkai. Tapi manfaatnya luar biasa untuk anak-anak (siswa) kami," kata Abdul.
Pengalaman Abdul selama ini, siswa tuna netra di sekolahnya memang kesulitan memilah sampah untuk dimasukkan ke kotak sampah.
Meski sudah diberi arahan posisi kanan - kiri dan tengah tiga kotak sampah punya pengelompokan jenis sampah, siswa biasanya masih keliru membuang.
"Siswa mungkin hafal, misal paling kanan adalah kotak untuk sampah kertas. Tapi tukang kebersihan juga kadang tidak mengembalikan kotak sampah sesuai posisi. Sementara siswa sudah terlanjur menghafal jenis kotak sampah sesuai posisi kanan - kiri dan tengah," kata Abdul.
Baca: Jadikan Sumber Energi, Denmark Sampai Impor Sampah dari Negara Tetangga
Sedari awal Rizki datang ke sekolah, Abdul mengaku sudah langsung tertarik dengan proyek yang akan ia buat itu.
Beberapa kali, Abdul memberi masukan terkait desain bentuk tempat sampah.
Seperti adanya huruf braile di tempat sampah maupun desain yang dibuat seaman mungkin.
Bukan hanya di level sekolah-sekolah khusus atau SLB, Abdul berharap tempat sampah buatan Rizki juga bisa dipasang di tempat umum terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Karena kaum difabel, termasuk tuna netra juga kerap bersinggungan dengan tempat ini.
"Saya rasa pemerintah tidak kesulitan membuat tempat sampah gagasan Rizki. Bukan hanya untuk kaum tuna netra, tempat sampah 'bersuara' ini juga bermanfaat untuk orang normal karena tidak semua tempat sampah diberi keterangan pengelompokan sampah," kata Abdul. (TRIBUNJOGJA.COM)