Jawa
Hidup Sebatang Kara di Lereng Merapi, Pria Ini Hadapi Kanker yang Menggerogoti Tubuhnya
Hidup yang dijalani Ismail memang sungguh berat. Kehidupannya semula baik-baik saja, tiba-tiba berputar 360 derajat.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Malang nasib yang dialami oleh Ismail, warga Dusun Demo Desa Banyudono Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Pria berusia 45 tahun ini tinggal sebatang kara di sebuah rumah kecil di lereng Gunung Merapi, seorang diri melawan penyakit kanker ganas, bertahan hidup dari belas kasihan tetangga sekitar.
Hidup yang dijalani Ismail memang sungguh berat.
Kehidupannya semula baik-baik saja, tiba-tiba berputar 360 derajat.
Dirinya divonis menderita kanker ganas di bagian leher kanan dan pangkal antara kedua matanya sehingga penglihatanya 80 persen tidak berfungsi.
Bagian leher bawah telinga kanannya membengkak dan sering terasa sakit.
Sedihnya lagi, Ismail harus menanggung beban hidupnya sendiri.
Dia tak memiliki siapa-siapa.
Ismail hidup sebatang kara di sebuah rumah sederhana peninggalan neneknya di kawasan lereng Merapi.
Orangtuanya meninggal dunia semenjak kepindahannya dari Kalimantan ke Magelang tahun 1990 lalu.
Dia tak memiliki anak ataupun istri.
"Tante dan neneknya yang merawat Ismail juga telah meninggal sejak lama. Kini dia tinggal sebatang kara. Untuk makan dia dapat dari pemberian tetangga," ujar Kepala Dusun Demo, Rohmad Widodo, Selasa (24/4/2018).
Beban hidup yang ditanggungnya begitu berat.
Ismail mengalami depresi dan gangguan mental semenjak meninggal orangtuanya.
Penglihatannya terganggu, dirinya juga sulit diajak berkomunikasi.
Untuk berkomunikasi, dirinya harus dibantu oleh warga ataupun ketua RT setempat.
Dengan merintih kesakitan, saat ditanya mau minum susu? Ismail hanya menjawab 'sampun' atau (sudah).
'Besok diperiksa lagi ke dokter ya', Ismail hanya menjawab 'mboten' (tidak).
Waktu demi waktu berlalu dengan kondisi seperti itu.
Ismail kerap mengeluhkan sakit.
Makanan sudah tidak bisa masuk dalam tubuhnya, setiap diberikan makanan pasti muntah dan disertai darah keluar dari hidungnya.
Tetangga yang peduli pun memeriksakan Ismail ke RSUD Muntilan.
Kabar menyedihkan saat diketahui dirinya mengidap kanker di bagian leher kanan dan pangkal antara kedua matanya.
Namun, tak ada biaya untuk mengobatinya.
Pihak rumah sakit pun menyerah tak dapat menangani penyakitnya.
"Sebenarnya dia tidak mau diperiksakan ke Dokter, namun warga secara gotong royong iuran untuk pengobatannya. Ternyata beliau mengidap kanker, itu sangat menyedihkan. Sementara RSUD Muntilan angkat tangan tidak bisa mengatasinya karena terkendala peralatan. Biaya berobat pun cukup besar," ujar Rohmad.
Selang beberapa lama, Ismail hanya dapat terbaring di rumah peninggalan neneknya yang masih berdinding bambu dan hampir roboh, sendirian menahan sakit dari penyakit kanker yang dideritanya.
Untuk makan sehari-hari, dirinya mengandalkan pemberian tetangga yang masih peduli akan kondisinya.
Dahulu sebelum penyakit mengerogoti tubuhnya dirinya masih dapat membantu warga sini yang sedang membangun rumah atau bersih-bersih, warga pun memberikan upah sewajarnya.
Namun, dengan kondisinya saat ini, untuk berdiri saja susah apalagi hendak bekerja.
"Kami prihatin dengan kondisinya, tetapi juga bantuan kami juga terbatas. Sementara waktu, dirinya harus merasakan sakit akibat penyakit yang dideritanya," ujarnya.
Pihak RSUD Muntilan pun menyarankan Ismail untuk dirujuk ke RS Sardjito Yogyakarta untuk penanganan lebih lanjut.
Ismail pun dibuatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) namun biaya berobatnya ternyata cukup besar. Jaminan KIS tidak dapat menanggungnya.
"Kami sudah buatkan KIS, tetapi kami khawatir ada biaya lain-lain diluar KIS termasuk yang menunggungnya. Kami rencana akan membawa Ismail ke RSUD Sardjito, 25 April 2018 besok ini," tuturnya.
Untuk membantu biaya pengobatannya, warga pun bersepakat untuk melakukan iuran seikhlasnya untuk perawatan Ismail, dari Iuran yang terkumpul Rp 2 juta ini akan dipergunakan untuk menyewa trasportasi dan membayar seorang warga untuk menjaga Ismail.
Kendati demikian, lama kelamaan dana yang dimiliki semakin menipis.
Warga yang peduli pun berharap ada uluran tangan, bantuan dari masyarakat untuk biaya pengobatan Ismail.
"Dana bantuan pastinya akan menipis dan terbatas, kami pun berharap ada bantuan untuknya dari pihak mana saja yang mau membantu," tuturnya.(*)