Lipsus Penataan Malioboro

Penataan Malioboro Tak Lepas dari Semangat Pertegas Sebagai Sumbu Filosofis

Penegasan sumbu filosofis ini tak lepas dari sisi sejarahnya, Jalan Malioboro yang memang ditata sebagai sumbu imajiner

Penulis: sis | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
Kawasan Malioboro Yogyakarta, Selasa (10/4/2018). 

Selain beberapa hal teknis, vegetasi Malioboro tak lepas dari penataan.

Pihaknya menanam dua tanaman khas sesuai dengan rekomendasi untuk mewakili Malioboro.

Dua tanaman ini dipercaya sebagai bagian dari sejarah Malioboro adalah asem dan gayam.

Dua tanaman ini nantinya akan menghiasi pedestrian Malioboro dan menjadi peneduh bagi pelintasnya.

Arief menyebut interval penanaman asem dan gayam pun diatur sedemikian rupa.

Pohon Gayam ditanam pada jarak 100 meter dan Asem pada jarak 9 meter di total jalan sepanjang dua kilometer ini.

Untuk mempercantik konsep semi pedestrian juga akan didukung dengan tanaman perdu yang diurutkan dari warna putih (melati) dari sebelum rel kereta api, kemudian menjadi tanaman berwarna kuning, oranye, merah dan sampai kawasan Titik Nol Kilometer menjadi warna hijau (pandan).

“Kami juga sudah mempercantik dengan lampu budaya yang merupakan desain tahun 1980-an. Bisa dibayangkan kalau pohonnya rindang dan suasananya sejuk sangat nikmat,” urainya.

Pun demikian halnya dengan pedagang kaki lima (PKL) nantinya akan menjadi tanggung jawab Pemkot Yogyakarta untuk menatanya.

Kantong parkir kendaraan bermotor pun akan diatur di dekat kawasan Malioboro seperti Jalan Bhayangkara dan Jalan Mataram.

Wisatawan atau pengunjung bisa mengakses becak atau andong setelah memarkirkan kendaraannya.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved