Kisah Pilot Kamikaze, Pulang ke Markas dalam Kondisi Babak Belur

Pilot-pilot kamikaze Jepang yang diterjunkan ke medan perang untuk melancarkan serangan bunuh diri umumnya tewas bersama pesawat

Editor: Mona Kriesdinar
Pesawat Tempur Jepang Aichi 

Namun, karena tak ada pilihan lain, pesawat tua yang kurang lincah bermanuver saat dimuati bom dan persenjataan lainnya itu tetap akan segera dioperasikan oleh unit kamikaze Hamazono, yakni Kikusui No.1.

Ketika pasukan sekutu akhirnya melancarkan invasinya ke Okinawa pada April 1944, unit kamikaze Kikusui No.1 pun siap melancarkan serangan kamikaze.

Jantung Letnan Hamazono berdegup kencang ketika unit kamikazenya meninggalkan pangkalan Hyakurihara untuk menuju pangkala Kokubu No.2 yang berlokasi di sebelah selatan Kyushu.

Dari Kyushu para penerbang kamikaze akan menuju Okinawa, menempuh jalur udara di atas laut selama 2,5 jam.

Selama penerbangan, pesawat kamikaze akan mendapat tantangan tersendiri dari pesawat tempur Sekutu yang rutin terbang patroli.

Sebelum sampai di atas perairan Okinawa, pesawat kamikaze akan melintasi pulau Amani yang telah dikuasai Sekutu.

Jadi jika ada pesawat kamikaze yang tertembak dan bermaksud melarikan diri, hanya ada dua pilihan yaitu mendarat di laut atau balik ke Kyushu sambil terus diburu oleh para fighter Sekutu.

Hamazono yang terbang besama navigator sekaligus rear gunner yang belum berpengalaman, Nakajima (19 tahun), merasa mendapat surprise waktu mendarat di Kokubu Air Base, Kyushu.

Tiba di kawasan Kokubu berarti pulang ke kampung halamannya sendiri.

Menyadari bahwa hanya dalam hitungan hari dirinya akan segera meninggalkan pemandangan kampung halaman yang bergunung-gunung dan memiliki persawahan yang subur untuk selamanya, peasaan Hamazono benar-benar tercabik-cabik.

Hari-hari menjelang pelaksanaan terbang kamikaze pun terasa seperti menghitung hari untuk menjalani hukuman mati.

Tepat pada 6 April pukul 14.00, Hamazono bersama Nakajima serta flight kamikaze lainnya bersiap lepas landas dari pangkalan Kokubu untuk melaksanakan misi kamikaze.

Sebelum terbang, Hamazono mengecek terlebih dahulu pesawat pembom Aichi yang membawa bom seberat 250 kg di bawah fuselage pesawat dan dua bom tambahan seberat 60 kg di masing-masing sayap.

Dengan tanki bahan bakar diisi penuh dan lima bom yang diangkutnya, agar bisa take off secara mulus Aichi harus digeber mesinnya maksimal. Berkat pengalaman terbang tempurnya, Aichi berhasil lepas landas dan tak lama kemudian posisi terbangnya sudah berada di ketinggian 200 meter.

Hamazono sengaja mempertahankan posisi terbangnya pada ketinggian 200 meter dan berusaha menikmati pemandangan di bawahnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved