Kisah Pilot Kamikaze, Pulang ke Markas dalam Kondisi Babak Belur
Pilot-pilot kamikaze Jepang yang diterjunkan ke medan perang untuk melancarkan serangan bunuh diri umumnya tewas bersama pesawat
Sewaktu para petinggi di Hyakurihara Air Base akhirnya mengumumkan akan segera membentuk unit kamikaze terkait pasukan Sekutu yang mulai menggerakkan pasukannya ke Okinawa, Hamazono tidak terkejut.
Sebagai pilot tempur yang sudah berpengalaman di Rabaul, ia bahkan yakin dirinya akan segera dipanggil untuk bergabung dengan unit kamikaze dan itu berarti hidupnya tidak lama lagi akan berakhir.
Hamazono akhirnya memang dipanggil oleh Komandan skadron untuk menjadi pilot kamikaze. Namun untuk memenuhi kriteria tertentu, sejumlah calon pilot kamikaze ternyata harus menjalani tes terlebih dahulu.
Hamazono bersama 15 pilot lainnya kemudian menjalani tes kemampuan terbang pilot kamikaze, mulai dari tes fisik dan keterampilan menerbangkan pesawat tempur.
Dari semua pilot yang menjadi kandidat untuk melancarkan serangan kamikaze, ternyata hanya ada tiga pilot yang memiliki pengalaman terbang tempur di kepulauan Solomon (Battle of Solomon Island).
Namun karena sedang dalam kondisi kekurangan pilot dan pesawat, apapun dimanfaatkan oleh militer Jepang untuk melancarkan misi serangan kamikaze.
Kepastian bahwa dirinya menjadi pilot kamikaze membuat Hamazono yang semula telah maklum ternyata ciut nyalinya.
Pada dasarnya Hamazono yang pada saat itu berusia 21 tahun adalah orang yang mencintai kehidupan.
Sewaktu terbang ia sangat menyukai pemandangan alam yang terbentang di bawahnya. Terbang bagai burung, itulah yang memotivasi Hamazono untuk menjadi pilot tapi sama sekali bukan pilot kamikaze.
Minggu-minggu berikutnya sebelum dirinya melaksanakan misi terbang kamikaze, Hamazono bahkan selalu mendapat mimpi buruk dan hanya bisa melampiaskan kegelisahannya dengan menonton film di bioskop yang berada di kawasan Hyakurihara.
Pesawat tempur yang dipersiapkan militer Jepang untuk melancarkan serangan kamikaze karena dalam kondisi kekurangan pesawat merupakan pesawat jenis lama, umumnya pembom Aichi D3A Type 99 yang dioperasikan Jepang pada saat awal PD II meletus.
Pesawat pembom dua awak yang oleh Sekutu diberi code name “Val” itu selama ini hanya digunakan oleh AL Jepang untuk melatih calon penerbang dan tidak difungsikan sebagai pesawat tempur taktis.
Sebagai pesawat tua yang harus menghadapi pesawat penyergap Sekutu yang saat itu terbilang modern, seperti Vouhgt F4U Corsair, Aichi yang kemampuan mesinnya terbatas benar-benar tidak akan berdaya.
Pada saat itu baik kapal perang maupun para penerbang tempur Sekutu juga sudah mempelajari bagaimana menghadapi taktik serangan kamikaze di Filipina.
Sehingga kemampuan tempur Sekutu itu akan menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh para pilot kamikaze Jepang.