6 Fakta Menarik Probosutedjo, Jadi Saksi Soeharto Lengser Hingga Pernyataan KPK Pinjam Uang
Adik mantan Presiden Soeharto, Probosutedjo, meninggal dunia pada Senin (26/3/2018) pagi.
Penulis: say | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM - Adik mantan Presiden Soeharto, Probosutedjo, meninggal dunia pada Senin (26/3/2018) pagi.
Ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, di usia 87 tahun.
Sebagai adik salah satu tokoh penting di negeri ini, banyak fakta menarik tentangnya.
Berikut enam fakta tentang pria yang terjun ke bisnis perhutanan itu, seperti TribunJogja.com kutip dari berbagai sumber.
1. Saat Kecil Tak Tahu Jika Memiliki Kakak Soeharto
Probo lahir di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, DIY, pada tanggal 1 Mei 1930.
Ia lahir dari rahim satu orang ibu yang sama dengan Soeharto, Sukirah, tetapi dari ayah yang berbeda.
Setelah melahirkan Soeharto, Sukirah bercerai dari suaminya.
Sukirah kemudian menikah lagi, lalu lahirlah Probo dan saudara-saudaranya.
Saat kecil, Probo tidak tahu jika memiliki seorang kakak lagi bernama Soeharto.
Awalnya ia diberi tahu kakaknya, Basirah, saat masih berusia enam tahun.
Saat itu ia sempat bingung, bagaimana bisa ia memiliki seorang kakak lagi, padahal mereka jarang bertemu.
2. Sempat Diragukan Sebagai Adik Soeharto
Saat Soeharto menjabat sebagai Presiden RI ke-2, banyak yang meragukan jika Probo adalah adiknya.
Bahkan beberapa pihak justru menduga, Probo tak ada hubungan apapun dengan Soeharto.
Namun, kenyataan bahwa mereka saudara satu ibu tak dapat dipungkiri.
3. Mengembangkan Usaha Sendiri
Saat kakaknya berkuasa, Probo mulai terjun ke bisnis perhutanan.
Dalam sebuah wawancara dengan Kompas dan Antara setelah Soeharto lengser, ia mengakui bahwa awal usahanya dibantu oleh sang kakak.
Namun pada perjalanannya, Probo mengembangkan usahanya sendiri.
Ia kemudian menjadi Direktur Utama PT. Menara Hutan Buana, mempunyai Yayasan Menara Bhakti, pemilik Universitas Mercu Buana dan Universitas Mercu Buana Yogyakarta, serta menjadi salah satu pendiri Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia.
4. Menemani Soeharto di Saat-saat Terakhir Sebelum Mengundurkan Diri
Malam hari sebelum Presiden Soeharto mengundurkan diri, Probosutedjo menemani kakaknya dan melihat apa yang terjadi saat itu.
Selain dirinya, ada pula Sudharmono, Nurcholis Madjid, Saadilah Mursid dan Alwi Dahlan.
Ia datang sebagai saudara sekaligus ingin membantu Soeharto, mengetahui keadaan sebenarnya.
Saat gelombang protes semakin luas, Probo berpikir jika sebaiknya Soeharto mundur.
Namun ternyata, kakaknya benar-benar mengundurkan diri secara suka rela.
5. Terlibat Kasus Dana Reboisasi Hutan Senilai Rp 100,931 Miliar
Probo pernah dipenjara di Lapas Sukamiskin selama empat tahun, atas kasus dana reboisasi hutan tanaman industri (HTI), senilai Rp.100,931 miliar.
Saat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, hukumannya dikurangi menjadi dua tahun.
Namun ternyata, ia mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah kasusnya sempat mandek lebih kurang satu tahun, akhirnya pada 28 November 2005 Majelis Hakim tingkat kasasi MA memutusnya hukuman empat tahun penjara, serta denda sebesar Rp.30 juta subsider 3 bulan penjara..
Probo juga harus membayar uang kerugian negara sebesar Rp.100,931 miliar.
Ia dibebaskan pada 12 Maret 2008, setelah menjalani 2/3 masa hukumannya.
6. Pernyataan Mengejutkan
Saat masih terbelit kasus dana reboisasi, Probo mengaku, memberikan uang sebesar Rp 6 miliar kepada pengacaranya, Harini Wiyoso, untuk menyuap Bagir Manan dan anggota jaksa lainnya.
Lalu bertahun-tahun setelah kasus itu berlalu, Probo kembali membuat pernyataan mengejutkan.
Melalui pengacaranya Sahnun Lubis, Probo membeberkan bahwa KPK pernah meminjam uang padanya Rp 5 miliar, untuk menjebak seorang oknum pegawai MA.
Pinjaman itu diberikan saat Probo terbelit kasus penyelewengan dana reboisasi.
Uang itu ditaruh di dalam kardus dan para peyidik KPK bersembunyi.
Saat uang itu diserahkan pada oknum pegawai MA, KPK langsung menangkap orang tersebut.
Juru bicara KPK Febri Diansyah merasa bingung dengan pernyataan Probo.
Pasalnya, kasus itu sudah lama, terjadi sekitar tahun 2006, dan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
"Kasus itu adalah kasus suap terhadap pejabat atau pegawai di MA terkait dengan pengurusan perkara. Jadi kami mengimbau semua pihak yang memiliki kewenangan agar lebih hati-hati menerima informasi agar itu tidak parsial," ujar Febri, seperti dilansir Kompas.com. (*)