Kisah Hidup Panglima TNI: Mulai dari Jualan Donat hingga Jadi Panglima

"Jangan disangka, saya sebagai Panglima TNI juga bisa membuat donat, karena dahulu saya sendiri yang nguleni atau mengaduk adonan donat..."

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Rendika Ferri K
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat kunjungannya ke Kabupaten Magelang untuk memberikan ceramah kepada siswa SMA Taruna Nusantara Magelang, Senin (19/3/2018). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Panglima TNI Marsekal Hadi menuturkan cerita suka dan dukanya saat dahulu dirinya masih belum menjabat sebagai Panglima.

Cerita hidupnya penuh perjuangan hingga kini sesukses sekarang dan berhasil menjadi orang nomor satu di TNI tersebut.

Mulai dari masa kecilnya yang penuh perjuangan.

Dirinya berasal dari keluarga yang serba kekurangan.

Ayahnya yang hanya seorang tentara biasa yang hanya berpangkat Sersan, ibundanya yang jual rujak cingur untuk memenuhi biaya hidup.

"Keluarga saya dahulu itu penuh kekurangan. Ayah saya hanya purnawirawan Serka, adik saya ada lima, kami pun mencoba berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan, seperti dulu saya masing ingat ibu saya bahkan jualan Rujak Cingur untuk penuhi kebutuhan keluarga," ujar Marsekal Hadi, di depan ribuan siswa SMA Taruna Nusantara Magelang, Senin (19/3/2018).

Baca: Ada 45 Kaki Palsu Diberikan dalam Bakti Sosial di RSPAU Hardjolukito

Hadi juga bercerita, perjuangannya menjadi Panglima TNI juga tidaklah mulus begitu saja.

Dahulu sepulang sekolah, dirinya tak lantas bermain seperti anak-anak kebanyakan.

Waktu luangnya usai bersekolah digunakannya untuk membantu keluarga untuk mencari pendapatan tambahan.

Mulai dari membantu keluarganya untuk membuat donat.

Dirinya sendiri yang membuat adonan, dan membentuknya menjadi donat.

Donat itu dijual untuk penghasilan tambahan keluarga.

"Jangan disangka saya sebagai Panglima TNI juga bisa membuat donat, karena dahulu saya sendiri yang nguleni atau mengaduk adonan donat, dikasih bumbu, dan membentuknya menjadi donat," ujar Hadi.

Baca: Panglima TNI Minta Generasi Muda Tidak Lupakan Pancasila

Hadi juga bercerita pernah bekerja menjadi caddy di lapangan golf.

Setiap Sabtu atau Minggu sore di akhir pekan, dirinya pergi ke lapangan golf.

Bukan untuk bermain golf, tetapi menjadi caddy yang bertugas mengambil bola di lapangan dan mengangkat stik golf.

"Itu mungkin jadi rahasia mengapa saat saya tes masuk Taruna, tes fisik saya tergolong bagus. Mau pull up berapa kali, saya kuat, karena memang dahulu terbiasa mengangkat stik golf," tuturnya sambil tertawa.

Tak sampai di situ saja perjuangan Hadi, usai lulus SMP, dirinya menghadapi dilema untuk masuk Sekolah Kejuruan atau SMA.

Ayahnya menginginkan dirinya agar masuk sekolah vokasi agar dapat langsung bekerja dan tak banyak biaya.

Tetapi Hadi memohon kepada ayahnya untuk masuk SMA, meski biayanya tak sedikit.

Akan tetapi, Hadi memang telah memiliki komitmen yang kuat untuk sukses di masa depannya.

Usai lulus SMA, dirinya ikut seleksi Taruna Angkatan Udara.

Pertama, ayahnya ragu jika anaknya akan lolos.

Tetapi melalui tekad, dan kemampuannya, Hadi berhasil menjadi taruna dari jalur murni.

Baca: Panglima TNI Siap Menjaga Netralitas dalam Pemilu

"Ayah saya itu minder anaknya mau masuk taruna. Beliau menyuruh saya masuk lewat jalur Tamtama atau Bintara supaya bisa cepat bekerja dan membantu adik-adik. Tetapi saya bersikukuh, tekad saya kuat, meski saingannya saat itu lebih bagus dari saya, ada anak Jenderal juga tetapi saya terus belajar, dan akhirnya lulus masuk Taruna. Saya sangat bersyukur sekali saat itu," ujarnya.

Diterima sebagai Taruna, tak lantas membuat Hadi terlena.

Dirinya bekerja dua kali lipat lebih keras dibandingkan Taruan lain.

Di saat banyak Taruna mengeluhkan beratnya pendidikan, dirinya justru terus belajar dan berusaha.

Hasilnya, dirinya jadi Taruna yang berprestasi.

"Dulu itu di tahun pertama, banyak taruna ingin pulang, karena berat pendidikanya. Tetapi saya teguhkan hati saya. Alhasil saya kerap menduduki jabatan penting, menjadi Lemtusar, Bamenkor saat pendidikan. Tuhan melatih saya untuk memiliki karakter yang kuat dan disiplin. Saya selalu berpikir begini, meskipun anak Sersan, jangan sampai kalah dengan anak-anak Jenderal," tuturnya.

Baca: Mengharukan, Bocah 12 Tahun Terima Bantuan Kaki Palsu dari Panglima TNI Masekal Hadi Tjahjanto

Usai lulus pendidikan Taruna, dirinya pun diangkat menjadi seorang perwira.

Sayangnya, dirinya saat itu tidak menduduki posisi di satuan yang elit.

Kendati menjadi seseorang yang kurang diperhitungkan saat itu, tetapi dirinya berprinsip untuk mencapai yang terbaik.

Berkat itu keteguhan hatinya lah, karirnya terus melejit, bahkan dirinya sempat dipercayai mejabat sebagai Sekretaris Militer Presiden kala itu, dan terus meningkat, hingga dirinya kini menjabat sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia.

"Dahulu saya bukan perwira yang menduduki satuan elit dan kurang diperhitungkan, tetapi prinsip saya adalah untuk dan harus menjadi yang terbaik," ujarnya.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved