Bandara NYIA Kulonprogo
Tak Ambil Pusing Urusan Lahan Bandara NYIA, Sultan : Tunggu Pengadilan Saja
Proses pembangunan NYIA akan tetap berjalan sesuai rencana dan sanggup beroperasi pada 2019 nanti.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X enggan ambil pusing atas masih adanya sebagian warga yang menolak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon.
Menurutnya, persoalan itu akan rampug dengan sendirinya melalui meja pengadilan.
Sultan mengatakan, secara umum urusan pembebasan lahan sebetulnya sudah terselesaikan dan warga pemiliknya sudah diberi ganti rugi.
Ia tak memungkiri ada sebagian lahan tersisa belum tuntas diakuisisi namun prosesnya masih terus berjalan di pengadilan.
"Yang lain kan tinggal menunggu pengadilan saja," jelas Sultan seusai soft launching Taman Budaya Kulonprogo di Pengasih, Senin (12/3/2018).
Untuk diketahui, sebagian bidang lahan untuk pembangunan bandara tersebut memang dibebaskan dengan pemberian ganti rugi melalui konsinyasi di pengadilan.
Saat ini masih ada beberapa bidang lahan yang dalam proses sidang.
Sultan menegaskan, walaupun ada warga yang bersikeras menolak tanahnya dibebaskan untuk proyek besar tersebut, hak kepemilikannya bisa saja dicabut oleh pengadilan.
Dalam hal ini, keputusan pengadilan melalui penetapan konsinyasi atas pembebasan lahan itu punya kekuatan hukum untuk mencabut sertifikat kepemilikan tanah dari warga bersangkutan.
Selanjutnya, tanah tersebut secara resmi menjadi milik negara dan digunakan untuk program pembangunan.
Namun demikian, Sultan memastikan bahwa setiap warga akan mendapatkan haknya berupa ganti rugi atas pembebasan lahan tersebut.
"Ya nanti diganti rugi tapi kan sekarang (proses) masih di pengadilan. Haknya bisa dicabut dan statusnya jadi tanah negara," imbuhnya.
Ia juga memastikan bahwa proses pembangunan NYIA akan tetap berjalan sesuai rencana dan sanggup beroperasi pada 2019 nanti.
Operasional bandara tahun depan menurutnya tidak berati pembangunan fisiknya harus seratus persen selesai melainkan sudah bisa digunakan untuk terbang landas pesawat.
Hal itu menurutnya lumrah sebagaimana Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng dulu juga demikian.