Lipsus Tunjangan Pegawai Pemkot Yogya

Akan Dapat Tunjangan Tambahan, Pegawai Pemkot Yogya Sudah Rencanakan Pengeluaran

Adanya TPP tersebut dirasa sangat melegakan dan membantu untuk membayar keperluan sehari-hari.

Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
yangenak.com
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Bagi sebagian pegawai di Pemkot Yogya, tambahan penghasilan ini bahkan sudah diplotkan untuk kebutuhan yang sudah ditahan realisasinya sejak dua bulan terakhir.

Sebut saja Ina (bukan nama sebenarnya) seorang Naban yang bekerja di Dinas Komunikasi dan Persandian Kota Yogyakarta.

Wanita yang sudah 10 tahun bekerja di lingkungan Pemkot Yogyakarta tersebut mengaku, sebagai Naban ia mendapatkan gaji sekitar Rp2 juta.

Adanya TPP tersebut dirasa sangat melegakan dan membantu untuk membayar keperluan sehari-hari.

Sesuai dengan aturan tentang Tambahan Penghasilan Tenaga Bantuan Berbasis Kinerja, ia masuk dalam rumpun pengadministrasian umum dan berhak mendapatkan TPP sekitar Rp1,26 juta.

"Saya berharap TPP segera cair. Rencananya yang pasti buat bayar sekolah anak. Anak saya masih di PAUD. Tapi PAUD sekarang mahal, per bulannya Rp 500 ribu," ungkapnya kepada Tribunjogja.com, Rabu (7/3/2018).

Selain itu, lanjutnya, ia juga menganggarkan uang tersebut untuk keperluan membeli barang-barang pokok lain misalkan beras, minyak, sabun, dan sebagainya.

"Hajatan juga banyak bulan-bulan ini. Jadi kalau cair, nanti juga untuk sumbangan hajatan," lanjutnya lantas tertawa.

Presensi pegawai

Selain Ina, rekan kerjanya yang lain sebut saja Untung, mengaku telah memahami ketentuan untuk mendapatkan TPP, termasuk satu di antaranya adalah presensi yang prosentasenya menjadi yang terbesar, yakni 60 persen.

Terkait dengan ketentuan absensi ini, ia yang sering bertugas di lapangan mengaku kerepotan.

"Kurang efektif menurut saya. Misalkan Bapak (Wali Kota) ada acara pagi di Wonosari, sementara rumah saya juga Wonosari. Berarti saya harus ke kantor dulu untuk absen kemudian baru ke Wonosari," katanya.

Terkait porsi presensi yang sangat besar, disikapi Untung dengan lapang dada.

Ia tak khawatir bila ada rekannya hanya mengandalkan presensi untuk mendapatkan tunjangan tanpa menunjukkan kinerja yang bagus.

"Kerja gak kerja itu sebenarnya kepuasan batin. Kalau ada yang istilahnya makan gaji buta, itu urusan masing-masing. Kembali ke pribadinya sendiri. Kalau saya, kerja itu untuk kepuasan batin," urainya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved