Kisah Slamet, Seorang Tunadaksa di Bantul yang Tak Kunjung Terima Bantuan Kesejahteraan

Bersama ratusan warga lainnya ia terpaksa menghadap sang Bupati untuk mengadukan persoalan hidupnya

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
Slamet Nugi, warga Tuna Daksa asal Poncosari, Srandakan yang mengaku tak pernah mendapat bantuan Rastra 

Laporan Reporter Tribunjogja.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Dengan menggunakan tongkat penyangga, lelaki berusia 40 tahun itu berjalan tertatih-tatih menuju ke Pendopo Parasamya, komplek kantor Bupati Bantul, Rabu (07/03/2018) siang.

Dia adalah Slamet Nugi warga Poncosari, Srandakan, Bantul.

Ia sengaja datang jauh dan meninggalkan pekerjaannya sebagai buruh kayu hanya untuk menghadap bupati Bantul, Suharsono.

Bersama ratusan warga lainnya ia terpaksa menghadap sang Bupati untuk mengadukan persoalan hidupnya yang tak kunjung mendapat bantuan.

Slamet sendiri merupakan penyandang tunadaksa, ia tidak memiliki kaki sebelah kiri.

Untuk berjalan, ia hanya mengandalkan tongkat yang selalu setia menemaninya.

"Saya belum pernah dapat bantuan beras kesejahteraan. Padahal anak saya dua masih kecil-kecil, masih pada sekolah," ujar Slamet, Rabu (07/03/2018).

Di hadapan orang nomor satu di Kabupaten Bantul itu, Slamet mengadu ia menceritakan getir kehidupannya sebagai buruh kayu dengan penghasilan pas-pasan.

Menghidupi istrinya dan kedua anaknya yang masih berusia 8 dan 3 tahun.

Menurutnya, banyak warga yang lebih sempurna dengan penghasilan ekonomi lebih tinggi dari dirinya namun masih mendapatkan bantuan. Tetapi, mengapa dirinya yang memiliki kondisi keterbatasan justru tidak tercatat sebagai penerima bantuan.

"Saya hanya buruh kayu tapi tidak dapat, sementara yang punya mobil justru dapat. Ini kenapa?," tanya Slamet.

Ketua paguyuban Dukuh (Pandu)Kabupaten Bantul, Sulistyo mencatat di Kabupaten Bantul yang tereliminasi dari daftar bantuan karena perbedaan dalam penggunaan basis data sebagai rujukan penerima bantuan ada 15 ribu hingga 16 ribu warga kurang mampu.

"Jumlah perpedukuhan bisa sampai 15 sampai 16 warga. Artinya, ada 15 ribu hingga 16 ribu dari total 933 pedukuhan di seluruh Kabupaten Bantul," ujarnya.

Alasan itu yang kemudian dikeluhan Pandu bersama warga layak bantuan untuk melakukan audiensi Bersama Bupati Bantul di Pendopo Parasamya, pada Rabu siang.

Sementara itu, Bupati Bantul, Suharsono, mengaku akan memerintahkan untuk melakukan pendataan ulang terkait data penerima bantuan ke seluruh wilayah Bantul dari mulai tingkat kecamatan, kelurahan hingga padukuhan.

"Saya sejak awal menjabat sudah ada masukan terkait persoalan data ini. Sudah saya suruh untuk mendata lagi dari pak camat, lurah, hingga Dukuh. Begitu dapat data, saya akan kirim langsung ke Mensos di Jakarta," tegas Drs, Suharsono, usai audiensi bersama warga, Rabu (07/03/2018).

Menurutnya, pihaknya sudah mengajukan pembaruan data penerima bantuan kepada Dirjen kementerian terkait.

Namun demikian ia sendiri mengaku tidak mengetahui secara pasti mengapa data lama yang terkadang digunakan.

Bupati berharap data penerima bantuan yang sudah didata ulang dan terverifikasi itu nantinya segera diberikan kepadanya dan akan langsung dibawa ke Jakarta, untuk segera ditindaklanjuti sebagai pembaruan data penerima bantuan di Kabupaten Bantul. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved