Fungsi Bahasa Jawa Tidak akan Dapat Digantikan Bahasa Indonesia maupun Asing

Seperti itulah yang dikatakan oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa yang juga merupakan Pakar Filsafat Jawa.

Editor: Ari Nugroho
IST
Rektor UNY, Sutrisna Wibawa 

Menurut penelitian yang pernah dilakukannya sekitar tahun 2000, mengenai penggunaan bahasa Ngoko, Krama dan Campuran antara bahasa Indonesia dan Jawa, Sutrisna mengatakan jika terdapat perbedaan dalam kepribadian maupun tingkat keharmonisan keluarga.

Masyarakat yang menggunakan dan mengajarkan anaknya bahasa Kromo, akan lebih meminimalis pertentangan yang ada dalam keluarga.

Mereka cenderung tidak bisa marah karena memiliki kehalusan dalam berbahasa.

“Jika masyarakat membiasakan anaknya menggunakan bahasa Kromo, anak tersebut akan memiliki kepibadian yang lebih halus, dan memperkecil pertentangan dalam keluarga. Karena orang yang menggunakan bahasa Kromo, mereka cenderung tidak bisa marah,” kata Sutrisna.

Mengenai tingkatan dalam bahasa Jawa, menurut Sutrisna ada dua. Yakni Ngoko dan Kromo.

Sedangkan Madya, merupakan turunan dari bahasa Kromo ke Ngoko.

“Kalau untuk Ngoko untuk sesama, sedangkan Kromo sebagai penghormatan kepada yang lebih tua. Kalau Madya, saat ini sudah tidak berkembang, karena memang turunan dari bahasa Kromo,” ungkap Sutrisna.

Mengenai masyarakat yang biasa mengajarkan anaknya menggunakan Ngoko, hal tersebut bukan murni Ngoko, namun Ngoko Alus.

Baca: Eksistensi Bahasa Jawa Kian Mengkhawatirkan dan Bisa Terancam Punah

“Masyarakat biasanya memang menggunakan bahasa Ngoko kepada anaknya, namun Ngoko yang khusus sebagai penghormatan. Meskipun Ngoko tapi tetap halus, seperti kata tindak, kundur” ungkapnya.

Mengenai pihak yang sangat pas untuk memasyarakatkan bahasa Jawa ke masyarakat, adalah dunia pendidikan.

Menurut Sutrisna peran dunia pendidikan itu sangat penting.

Dimana dunia pendidikan memiliki waktu pelajaran yang jelas, terstruktur serta memiliki pengajar yang pas.

“Memang waktu 2 jam dalam satu minggu untuk mengajar dirasa kurang, namun guru harus bisa memaksimalkan dengan cara mengambil intinya dan lebih banyak memberikan tugas saat siswa ada dilingkungan masyarakat,” ungkap Sutrisna.

Waktu di sekolah memang sangat terbatas, implementasi yang sesungguhnya adalah dimasyarakat.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved