Taman Glugut, Bekas Sarang Ular yang Kini Ramai Dikunjungi Warga Bantul
Diberi nama taman glugut karena tempat ini dulunya kebun tak terawat penuh dengan pohon bambu.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Orang-orang berkerumun di sebuah tempat teduh karena sangat banyak pohon bambu tumbuh di sekitarnya.
Beberapa asik bercengkerama dan berfoto ria.
Atau menikmati ketenangan air sungai mengalir di sampingnya.
Yang lain lagi, ada pula yang menikmati jajanan dan minuman yang dijajakan.
Siapa sangka, dulunya tempat itu adalah sarang ular berbisa.
Namanya "Taman Glugut."
Terletak di dua wilayah beda kecataman. Yaitu RT 02, Wonokromo 1, Wonokromo, Pleret, Bantul dan Dusun Karangwuni, Trimulyo, Jetis, Bantul.
Glugut dalam bahasa jawa berarti lapisan halus seperti bulu pohon bambu yang identik menimbulkan gatal jika menempel kulit.
Baca: Yogya Harus Tambah Objek Wisata untuk Meningkatkan Length of Stay
Diberi nama taman glugut karena tempat ini dulunya kebun tak terawat penuh dengan pohon bambu.
"Dulu tidak ada yang datang ke sini, paling satu dua orang datang untuk memancing di pinggir sungai," kata Bambang Haris, warga sekitar yang ikut mengelola Taman Glugut.
Sampai akhirnya sekitar November 2017, warga berinisiatif membersihkan lokasi kebun bambu dengan alat dan tenaga seadanya.
Butuh waktu lama, sampai berminggu-minggu untuk benar-benar membuat lokasi layak dikunjungi.
Ini karena daun bambu dan ranting pohon yang begitu banyak.
Bukan hanya gatal dan kotor yang didapat warga ketika membersihkan lokasi.
Sampai ular berbisa beberapa kali menampakkan diri.
"Karena memang tempat itu dulu banyak ular, waktu kita bersihkan banyak sekali ular yang keluar, lama-lama pergi," kata Bambang.
Baca: Viral Medsos: Ular Sanca Gegerkan Penumpang Kereta Api Rute Surabaya-Jakarta
Begitu lokasi bersih dari daun dan dahan pohon, beberapa fasilitas pendukung seperti tempat duduk dipasang.

Jadilah tempat yang dulunya gelap, angker dan kotor kini menjadi ruang terbuka yang nyaman dengan udara sejuk karena pohon bambu masih dijaga untuk peneduh.
Banjir Bantul 28 November 2017 menjadikan tempat ini semakin dikenal.
Kapal yang sedianya dipakai fasilitas taman dialihfungsi sebagai alat menyeberang darurat menyusul jembatan desa hanyut.
Banyak orang menyeberang, makin banyak pula yang mampir ke Taman Glugut.
Taman Glugut saat ini berubah menjadi destinasi wisata alternatif warga sekitar Pleret maupun Jetis.
Bahkan lingkup Bantul.
Parkir motor membludak, sampai halaman rumah warga sekitar pun dipakai sebagai lokasi parkir mobil.

Makin padat ketika hari libur atau akhir pekan.
Baca: Kebun Bunga Matahari Taman Dewari, Lokasi Hits di Magelang untuk Selfie
"Bisa sampai 6000 pengunjung kalau akhir pekan seperti ini, sampai lokasi penuh dengan warga yang datang, kami senang karena usaha dan jerih payah kami membersihkan tempat ini bermanfaat untuk banyak orang," kata Fatahudin selaku Bendahara Pokdarwis Taman Glugut.
Luasan area Taman Glugut kini juga menyentuh 2000 meter persegi.
Itu baru setengahnya, karena masih ada lahan yang belum dibersihkan dan akan jadi lokasi perluasan Taman Glugut.
Akan ditambah fasilitas gapura untuk selfie, dan pendopo yang bisa menampung 30 orang.
Kini, dengan semakin populernya Taman Glugut, Fatahudin dan pengelola punya mimpi melengkapi fasilitas yang ada.
Termasuk, berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Bantul.
Namun untuk sampai kesana, perlu dilakukan penguatan organisasi dan kejelasan pengelolaan lahan yang masih milik pribadi.
Baca: Gak Gampang! Seperti Inilah Penampakan Foto Selfie Seabad Lalu
Juga ketersedian fasilitas maupun konsep Taman Glugut yang akan dipertegas.
"Arah kami jelas untuk tempat wisata, tapi yang utama adalah menjadikan Taman Glugut ini sebagai tempat belajar dan media edukasi anak-anak sekitar, tapi memang perlu pengelolaan yang bagus dulu," katanya.
Terkait Taman Glugut menuju destinasi wisata edukasi ini pengelola berencana memberi nama ilmiah pohon-pohon yang ada.
Juga 12 jenis bambu yang tumbuh subur di lokasi taman.
Tak cukup sampai di sini, akan didatangkan sampel 24 jenis bambu dari berbagai negara ke lokasi. (TRIBUNJOGJA.COM)