Kisah Pengrajin Warangka: Keris dari Keraton Diperlakukan Khusus
Berawal dari membantu sang ayah, Ia lama-lama menjadikan profesi ini sebagai kesibukan utama.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Menjadi pengrajin Warangka (sarung keris) tak pernah terbayang di benak Murgianto (48).
Berawal dari membantu sang ayah, Harjo Suwarno yang lebih dulu menggeluti dunia keris, Ia lama-lama menjadikan profesi ini sebagai kesibukan utama.
Dan kini meski terjadi pasang surut peminat keris, Murgianto masih mengandalkan asa dari profesinya ini.
Namun ayah Murgianto telah meninggal sejak dua tahun lalu.
Seperangkat alat untuk membuat warangka milik ayahnya dulu mulai dari gergaji runcing, ketam tangan, pethel, bor manual, penghalus dan printilan lainnya diwarisi oleh Murgianto.
Dan juga ilmu membuat warangka, yang kini menular padanya.
Baca: Kisah Pengrajin Warangka Keris: Semakin Sulit Mencari Pohon Tua untuk Bahan
Sedianya, Murgianto muda hanya memulai pertemuannya dengan alat warangka keris di akhir pekan.
Maksud dan tujuannya kala itu adalah mendapat uang jajan dari alm sang ayah.
Karena dengan membantu membuat warangka, berarti mendapat komisi dari sang ayah jika warangka laku dijual.
Namun seiring berjalannya waktu, Murgianto hanyut oleh kegiatan yang dulu hanya ia jadikan sebagai pengisi waktu akhir pekan.
Karena makin hari ia merasa membuat warangka keris adalah sebuah kepuasan.
Materi menjadi tujuan, tapi bukan utama. Melainkan, kesukaannya.
Kini, dari ilmu yang ia dapat dari alm sang ayah Murgianto bisa mencukupi kebutuhan kedua buah hatinya, Belinda Andriyani yang duduk di bangku SMA dan Aldian Muhamad Revaldi masih kelas V SD.
Meski tidak menentu, tiap minggu selalu ada orang yang meminta dibuatkan warangka keris.