Kisah Guru-guru Bergaji Rp 1.000 Per Hari di Bengkulu
Sekolah itu dibangun atas dasar rasa khawatir akan tingginya angka putus sekolah di daerah itu.
"Menjadi guru di sini merupakan bentuk kekhawatiran kami atas kondisi kampung halaman. Jadi, enggak mikir gajilah. Untuk kehidupan sehari-hari, saya dan suami menjadi petani," jelasnya.
Baca: Marak Pelaku Klitih Berusia Pelajar, Polisi Ajak Orangtua dan Guru Turut Berperan Aktif
Hiriani, guru lainnya, menyebutkan bahwa ia merupakan guru yang paling yunior karena baru enam bulan bergabung di sekolah itu.
Ia mengaku menjadi guru di sekolah itu atas panggilan hatinya terhadap kampung halaman.
"Saya hanya berharap pengetahuan yang saya miliki dari perguruan tinggi dapat saya bagi buat remaja di desa," ungkapnya.
Ia tidak mempersalahkan masalah gaji yang hanya Rp 100.000 per bulan.
Hal yang sama juga dijelaskan Sukamdani, Kepala Sekolah MTs Zikir Pikir. Sukamdani memiliki gelar master pada bidang agama Islam.
Tawaran menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi pernah ia terima, tetapi ia lebih memilih kembali ke kampung halaman.
"Angka putus sekolah, ancaman kenakalan remaja, dan kejahatan akibat kurangnya pendidikan agama sebagai pertimbangan kami mendirikan sekolah agama di desa," ucapnya.
Sukamdani menyebutkan, saat ini sekolah itu memiliki tanah sekitar satu hektar sebagai wakaf dari masyarakat.
Namun, pihaknya belum dapat memanfaatkan tanah wakaf itu karena terkendala biaya pembangunan gedung.
"Semoga pemerintah cepat merespons kebutuhan pembangunan gedung madrasah dan fasilitas sekolah dapat dilengkapi sesuai kebutuhan para siswa," ujar Sukamdani.(*/KOMPAS.COM)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/kondisi-sekolah-di-bengkulu_20180110_085518.jpg)