JCW Minta KPK Supervisi dalam Kasus Menara Telekomunikasi

Hasil pantauan di persidangan menunjukan tren penanganan kasus dugaan korupsi yang tidak tuntas dan tren tuntutan maupun vonis, masih ringan.

Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
kompasiana.com
ilustrasi korupsi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Selama periode tahun 2017, Jogja Corruption Watch (JCW) mencatat penanganan dugaan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan, perlu lebih baik lagi.

Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba, menekankan dan bersepakat bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan hukum bagi pelaku korupsi sejatinya juga luar biasa sebagai efek jera.

Baharuddin mengungkapkan, dari pantauannya selama akhir Agustus hingga pertengahan Oktober 2017 kemarin, pihak Kejaksaan Negeri Kota Yogyakarta memeriksa sejumlah pihak terkait dengan dugaan korupsi dalam pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta Nomor 7 tahun 2017 tentang Penataan dan Pengendalian Menara Telekomunikasi dan Fiber Optik.

Namun, hingga awal 2018 ini tidak ada kabar hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Kejari Kota Yogyakarta.

"Maka, ada baiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun ke Yogya untuk melakukan koordinasi dan supervisi atas kasus ini agar tidak menggantung," tambahnya.

Namun demikian, dari hasil penyelidikan sementara Kejari Kota Yogyakarta, kasus raperda menara telekomunikasi (mentel) belum menunjukkan adanya indikasi ke arah tindak korupsi.

Tim pidana khusus (pidsus) yang menangani kasus tersebut melihat ada masalah administrasi terkait perizinan pendirian menara telekomunikasi.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Yogyakarta, Evan Satrya, sebelumnya mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan dan berasumsi bahwa kasus raperda mentel berhubungan dengan pihak-pihak terkait yang mengurus akan hukum administrasi perizinan.

Kesimpulan sementara, adanya masalah hukum administrasi perizinan pembangunan menara telekomunikasi dengan pihak terkait, dan selebihnya belum ditemukannya bukti adanya kasus suap.

Lebih jauh, dalam catatan JCW yang lebih luas, hasil pantauan di persidangan menunjukan tren penanganan kasus dugaan korupsi yang tidak tuntas dan tren tuntutan maupun vonis, masih ringan.

Misalnya, dalam kasus korupsi pengadaan pergola atau pohon peneduh.

Baharuddin menilai kejaksaan tidak berani menyentuh pihak legislatif atau anggota DPRD Kota Yogyakarta dalam kasus korupsi pergola ini.

"Padahal, dalam persidangan terungkap adanya keterlibatan okum anggota dewan," ujarnya Baharudin.

Selain itu, yang jug perlu diawasi adalah pengelolaan danais yang sulit diakses oleh publik dan terkesan tidak transparan dalam pengelolaannya.

"Kita bisa bayangkan dana keistimewaan (Danais) tahun 2018 ini mengalami kenaikan yang cukup fantastis dari Rp 800 miliar menjadi Rp 1 triliun, rawan sekali terjadi penyimpangan. Sudah saatnya KPK untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Danais 2018 ini sebesar Rp 1 triliun," ujarnya.

"Dan publik juga perlu mengawasi proses rotasi atau mutasi jabatan karena selain rawan terjadinya penyelewengan (abuse of power) juga rawan terjadi like and dislike," tambahnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved