Gerakan Indonesia Bebas Pasung Belum Maksimal. Ini Sebabnya

Selain dukungan pemerintah, keterampilan para tenaga ahli juga perlu ditingkatkan agar dapat menangani pasien gangguan jiwa dengan tepat.

Penulis: Santo Ari | Editor: Ari Nugroho
zoom-inlihat foto Gerakan Indonesia Bebas Pasung Belum Maksimal. Ini Sebabnya
surya/eben haezer panca
Ilustrasi: Siswantoro, Kepala Instalasi Museum Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang, Kabupaten Malang menujukan alat-alat pasung

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pusat Kesehatan Mental Masyarakat atau Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM mendorong pemerintah daerah untuk mendukung gerakan Indonesia bebas pasung.

Selain dukungan pemerintah, keterampilan para tenaga ahli juga perlu ditingkatkan agar dapat menangani pasien gangguan jiwa dengan tepat.

Peneliti CPMH UGM, Dr. Diana Setiawati mengatakan kasus pemasungan pada penderita gangguan jiwa sering terjadi disebabkan kurangnya literasi masyarakat tentang kesehatan jiwa, faktor sosial dan ekonomi serta sulitnya akses layanan kesehatan jiwa.

Padahal sejak sejak 2010 lalu Indonesia memiliki program gerakan Indonesia bebas pasung dan diterbitkannya UU No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa.

Namun ia menilai kemajuan yang diapai masih sangat lambat dan pelaksanaan UU ini belum diterapkan sepenuhnya

Dari data yang ia miliki, terdapat 400 ribu penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa dan diperkirakan 57 ribu hingga 60 ribu diantaranya pernah mengalami pemasungan.

Baca: Korban Pasung yang Telah Dibebaskan, Mayoritas Kembali Dipasung Karena Alasan Ini

Ia menilai, masih adanya kasus pemasungan lantaran belum bekerjanya sistem layanan kesehatan jiwa bagi masyarakat secara optimal.

"Gerakan Indonesia bebas pasung perlu didukung oleh pemerintah pusat dan daerah dengan mengidentifikasi temuan kasus pasung di daerah," tuturnya.

Selain itu perlu juga ditingkatkan keterampilan tenaga medis tentang kesehatan jiwa dan mengoptimalkan pusat kesehatan, seperti puskesmas, dan grasia untuk mendeteksi langsung pasien yang terindikasi kena gangguan jiwa.

Sementara pakar gangguan kesehatan mental dari Universitas Melboune, Australia, Prof Harry Minas mengatakan pemasungan pada penderita gangguan jiwa termasuk bentuk pelanggaran HAM.

Dengan dipasung sama saja mengurangi hak si penderita untuk mendapat layanan kesehatan yang sama dengan pasien lain.

"Selain melanggar HAM, orang yang dipasung otomatis tidak diobati, tidak sembuh, maka akan semakin sakit jiwanya," ujarnya.

Minas mengungkapkan masih ada pola pikir dan kultur di masyarakat yang menganggap pemasungan adalah satu cara untuk menyembuhkan si pasien gangguan jiwa.

Alasannya untuk melindungi pasien agar tidak mengganggu orang lain.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved