Polemik Lahan Eks Bioskop Indra, Ada Dua Ahli Waris yang Muncul
Kalaupun harus diselesaikan dengan baik dengan cara penggantian ganti rugi, ia tidak meminta seberapa besaran yang akan diganti rugi.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: oda
Laporan Reporter Tribunjogja.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lahan eks bioskop Indra di kawasan Malioboro masih menyisakan banyak polemik.
Setelah adanya pengosongan beberapa waktu lalu, Pemerintah Daerah nyatanya belum bisa malakukan pembangunan lantaran masih terganjal polemik ahli waris.
Kisruh ahli waris bernama Sukrisno Wibowo selaku pemegang sertifikat belum menemui titik usai, kini kembali muncul ahli waris lain yang mengaku memilki dokumen akta pelimpahan hak milik lahan seluas 7.400 meter persegi tersebut.
Ahli waris itu bernama Gilzbertus Clemence Fransiscus Wilmink yang diwakili oleh Romi Habie SH.
Ia mengaku memiliki dokumen hak milik dan akta penyerahan saham dari Vera Anthony Bushman yang merupakan nenek dari Sukrisno Wibowo kepada Gilzbertus Clemence Fransiscus Wilmink pada tahun 1963 .
Gilzbertus Clemence Fransiscus Wilmink sendiri merupakan seorang warga negara asing yang telah menjadi WNI dan meninggal di Surabaya.
Pengacara Romi Habie SH mengatakan pihaknya mendukung sepenuhnya langkah hukum yang akan ditempuh oleh Pemda DIY dalam menyelesaikan polemik lahan eks bioskop Indra.
“Kami dukung langkah hukum yang akan ditempuh. Kami siap membeberkan bukti yang kita miliki untuk membackup Pemda DIY,”ujar dia.
Lebih lanjut, Romi mengaku bahwa ahli waris Gilzbertus Wilmink tidak keberataan terhadap langkah pemda DIY dalam upaya rencana penataan kawasan Malioboro sebagai pusat perbelanjaan bagi pedagaang kaki lima (PKL).
Menurtunya, rencana penataan kawasan tersebut terpaksa harus terkendala karena pemda tidak bisa mengagunkan sertifikat hak guna yang telah didapatkan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) ke Bank dunia.
“Pinjaman ke Bank dunia ditolak karena masih berstatus sengketa. Artinya, dunia mengaku kepemilikan ahli waris ini. Karena itulah kami mendorong Pemda untuk menyelesaikan kasus ini dengan baik, sehingga pembangunan dan penataan kawasan bisa berjalan,” tutur Romi.
Romi mengaku, kalaupun harus diselesaikan dengan baik dengan cara penggantian ganti rugi, ia tidak meminta seberapa besaran yang akan diganti rugi.
Penggantian rugi, ia percayakan sepenuhnya kepada pemerintah, untuk melakukan kajian dan perhitungan sendiri.
“Intinya, bisa diselesaikan dengan baik dan pembangunan bisa berjalan,”imbuh dia.
Pemda DIY, masih menurtu dia, sudah seharusnya memberikan penyelesaian dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik akta yang sah.
Bukan kepada pengindung yang beberapa tahun lalu telah mendapatkan dana Rp 8 miliar.
Ketika akan melakukan penggantian ganti rugi kepada pemiliki, ia juga mendesak Pemda untuk menyelesaikan dan melakukan perhitungan secara menyeluruh besaran uang yang keluar dari polemik ini.
“Semua harus jelas. Harus ada konversi terhadap uang yang sudah keluar. Konversi ini sesuai dengan perhitungan pemprov,”ungkap dia.
Sementara itu, terkait akta kepemilikan yang dimiliki Sukrisno Wibowo, Romi mengungkapkan klaim tunggal itu sengaja dibuat notaris dengan dibuat seolah-olah membuat rapat pemegang saham luar biasa.
Berdasarkan alasan itu, ia mengaku mendukung sepenuhnya langkah Pemda DIY jika akan menempuh jalur hukum terkait persoalan ini.
“Kami dukung sepenuhnya jalur hukum yang akan ditempuh, supaya persoalan ini bisa segera selesai,”ujar Romi. (*)