Farid Stevy Asta Olah Fenomena Corat-coret Teks di Ruang Publik Jadi Karya di Biennale Jogja XIV
Farid mengintegrasikan teks dan corat-coret tersebut dalam tatanan visual yang menghadirkan harmoni dan kekacauan di ruang yang sama.
Penulis: rap | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Di lorong gedung Jogja National Museum (JNM) terpampang ragam coret-coretan berupa teks-teks yang simpang siur atau barangkali tidak saling terhubung, yang mungkin bagi sebagian besar orang dianggap tidak bernilai atau seperti sampah.
Adalah seniman Farid Stevy Asta yang mencermati fenomena corat-coret teks di ruang publik dan kemudian ia olah dalam karya-karyanya.
Di gedung utama pameran Biennale Jogja XIV ini, secara visual, Farid menampilkan sedemikian rupa rekaman-rekaman berbentuk teks-teks di ruang-ruang publik, dan celotah-celoteh tentang segala sesuatu yang kemudian ia eksplorasi.
Lewat karya 'Habis Gelap Terbitlah Curhat', Farid mengintegrasikan teks dan corat-coret tersebut dalam tatanan visual yang menghadirkan harmoni dan kekacauan di ruang yang sama.
Reklame dan semesta yang melingkupinya telah menjadi bagian dari hidup Farid Stevy Asta sejak mengenyam sekolah dasar.
Singgungan dengan kuas dan cat saat dini itu memengaruhi pilihannya untuk menjajaki seni rupa melalui pendidikan Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta.
Tetapi, wawasan seni rupa justru didapatnya dari pergaulannya di jalanan, di luar bangku perkuliahan.
Sebagai desainer, musisi, perupa, dan seorang ayah, ia banyak beroleh kesempatan merefleksi ulang ragam persoalan yang ditemuinya.
Ragam peran dalam hidupnya itu terendap sebagai kontemplasi hiruk-pikuk yang mengguratkan nuansa dialektik pada karya-karya Farid. (*)
