Tekan Kasus Kekerasan pada Perempuan, Laki-laki Juga Diberikan Konseling
Layanan konseling laki-laki bertujuan untuk perubahan perilaku sehingga proses pemulihan kepada perempuan korban juga diikuti adanya komitmen.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Kasus kekerasan terhadap perempuan di DIY cukup tinggi.
Satu di antara yang paling banyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri.
Kendati demikian, tidak semua kasus berlanjut ke proses hukum atau perceraian, sehingga potensi kekerasan masih dapat terjadi.
Manajer Humas dan Media LSM Rifka Annisa, Defirentia One mengatakan, pihaknya mencatat di sepanjang Januari-Oktober 2017, terdapat sebanyak 174 kasus atau 73% dari total keseluruhan kasus kekerasan yang menimpa istri atau KDRT.
Namun dikatakannya, tidak semua kasus kekerasan terhadap istri berlanjut ke proses hukum atau perceraian.
Potensi kekerasan pun dapat kembali terjadi jika tidak dilakukan pengawasan.
"Hampir sebagian besar kekerasan menimpa istri,yang terjadi di dalam rumah tangga. sebanyak 73 persen, namun tak semuanya berproses hukum," ujar Defirentia One pada Tribunjogja.com, Jumat (27/10/2017).
Lanjutnya, sebagian besar korban memutuskan untuk kembali (rujuk) dengan pasangan atau mempertahankan rumah tangga dengan alasan tertentu, seperti faktor anak dan campur tangan dari keluarga.
"Keluarga besar maupun alasan bahwa mereka hanya ingin mengakhiri kekerasan yang terjadi, bukan mengakhiri hubungan/rumah tangga," katanya.
Defirentia mengatakan, hal ini dinilainya tidak salah, namun jika sewaktu-waktu kekerasan kembali terjadi, pihaknya meminta agar korban dapat melaporkan kepada pihak yang berwenang, sehingga dapat ditangani secara serius.
Pengawasan juga terus dilakukan, sama halnya dengan upaya pencegahan.
Satu diantaranya dengan layanan konseling berpasangan (couple counseling).
Tak hanya kepada perempuan namun kepada laki-laki.
"Layanan konseling laki-laki bertujuan untuk perubahan perilaku sehingga proses pemulihan kepada perempuan korban juga diikuti adanya komitmen dan perubahan perilaku pasangan agar tidak melakukan kekerasan kembali," tuturnya.(*)