Realisasi Penangkapan Tuna Sirip Biru di Indonesia Belum Optimal
Realisasi kuota penangkapan tuna sirip biru selatan Indonesia di Samudra Hindia masih rendah hingga awal semester II/2017.
Penulis: Victor Mahrizal | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Victor Mahrizal
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Realisasi kuota penangkapan tuna sirip biru selatan Indonesia di Samudra Hindia masih rendah hingga awal semester II/2017.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Reza Shah Pahlevi mengungkapkan dalam pertemuan tahunan ke-24 Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), pemerintah menangkap berbagai isu terkait kepentingan nasional.
“Tuna Sirip Biru Selatan dikenal sebagai produk perikanan tuna yang memiliki nilai jual paling tinggi. Nilai ekspor produk tuna ini baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan sebesar USD 50 juta atau Rp650 miliar per tahun,” kata Reza, Senin (9/10/2017).
Pemenfaatan kuota tuna sirip biru selatan Indoensia tahun 201u sebesar 750 ton.
Angka tersebut dengan tambahan sebesar 149 ton berasal dari sisa kuota tahun 2016 yang hanya mencapai sebesar 600 ton.
Baca: KKP Maksimalkan Potensi Pengelolaan Tuna Sirip Biru di Perairan Indonesia
Data sementara per September 2017, hasil tangkapan tuna sirip biru selatan telah mencapai 288 ton.
Pada tahun 2018-2020, kuota Indonensia sebesar 1.023 ton.
Pada pertemuan CCSBT ini, pemanfaatan SBT tersebut akan evaluasi oleh seluruh negara anggota.
Indonesia berkepentingan untuk menjamin pemanfaatan kuota tuna sirip biru selatan tersebut secara maksimal.
Adapun rata-rata hasil tangkapan SBT Indonesia dari 2005 - 2016 adalah sebesar 935 ton/ tahun.
Jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2016 yang memanfaatkan tuna sirip biru selatan sebanyak 226 kapal. 28% (84 kapal) adalah kapal berukuran < 30 GT dengan daerah penangkapan ikan meliputi ZEEI dan Laut Lepas Samudera Hindia.
Ketentuan pemanfaatan tuna sirip biru selatan mengharuskan penerapan berbagai teknologi yang dapat menjamin ketelusuran (traceability), antara lain penggunaan electronik documentation system (E-CDS), electronic logbook, satelitte linked VMS, tagging system, penempatan observer diatas kapal dengan coverage 10% dari total kapal.
“Berdasarkan penjelasan pada poin-poin diatas, Indonesia sebagai tuan rumah untuk memanfaatkan rangkaian pertemuan internasional CCSBT sangatlah penting bagi kepentingan perikanan tuna Indonesia, khususnya tuna sirip biru selatan,” tukas Reza.(TRIBUNJOGJA.COM)
