Jangan Keliru! Ini Lho Beberapa Istilah Bahasa Jepang yang Sering Salah Kaprah
Tidak heran karena banyak sekali pengaruh dari budaya dan bahasa Negeri Sakura memang masuk ke Tanah Air.
Penulis: Muhammad Fatoni | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM - Budaya dan Bahasa Jepang cukup sering terdengar di telinga orang-orang Indonesia.
Tidak heran karena banyak sekali pengaruh dari budaya dan bahasa Negeri Sakura memang masuk ke Tanah Air.
Baca: Jangan Asal Makan, Begini Lho Cara yang Benar Menyantap Sushi Sesuai Budaya Jepang
Mulai dari makanan, budaya, film, lagu dan lain sebagainya.
Namun sayangnya, tidak semua mengetahui, bahkan cukup banyak yang salah kaprah dalam menyebut atau menggunakan beberapa istilah dan bahasa Jepang, sehingga lepas dari konteks atau makna aslinya.
Baca: Jangan Ngeres dan Salah Kaprah Ya! Ini Makna Sebenarnya dari Kata Kimochi dalam Bahasa Jepang
Inilah beberapa kosakata dan istilah yang kerap salah kaprah dalam penyebutan dan penggunaannya.
1. Samurai
Ini salah satu kata yang paling sering salah kaprah dalam penyebutannya.
Sering sekali samurai disebut-sebut oleh orang Indonesia untuk menyebut pedang.
Padahal sejatinya, samurai adalah sebutan untuk ksatria yang merupakan pengawal kerajaan atau penjaga kaum penguasa saat zaman Edo di Jepang, yakni sekitar abad ke-16 sampai abad ke-19.
Nah, lalu apa yang benar?
Untuk menyebut pedang, sebenarnya menggunakan kata atau istilah katana.
Katana sendiri adalah senjata berupa pedang yang selalu dibawa, sekaligus menjadi senjata wajib para samurai.
2. Geisha
Konotasi geisha menjadi negatif saat penyebutan atau penggunaannya salah kaprah.
Penyebutan atau penggunaan kata yang salah membuat geisha dipandang sebagai layaknya wanita penghibur atau pekerja seks komersial (PSK).
Padahal, arti dan makna sebenarnya dari geisha jauh dari hal-hal negatif tersebut.
Geisha sebenarnya adalah pekerja seni alias seniman wanita yang dituntut untuk menguasai beberapa kemampuan seni, misalnya bernyanyi, menari dan menemani minum teh.
Bahkan, tidak semua wanita bisa dengan mudah menjadi seorang geisha. Untuk menjadi seorang geisha, ada pelatihan khusus tersendiri yang meliputi pembekalan seni dan budaya.
Jadi, geisha bukan wanita penghibur apalagi PSK lho ya.
3. Manga dan Anime
Manga (dibaca man-ga/mangga) adalah istilah untuk komik Jepang, sedangkan anime (dibaca: anime dengan 'e' dari kata 'ember'), yang merupakan kependekan dari ‘animation’ yaitu animasi Jepang.
Masih banyak yang suka kebalik sih misalnya “Eh lo baca anime apa?” atau “Gue pengen nonton manga yang seru nih."
Rata-rata anime diangkat dari manga. Tapi nggak semua anime persis 100% sama cerita di manga.
4. Fujiyama
Gunung Fuji merupakan gunung yang paling terkenal di Jepang.
Gunung ini juga sekaligus menjadi satu gunung yang disakralkan dan dihormati oleh masyarakat negeri Sakura.
Namun kerap sekali penyebutannya salah, yakni 'Gunung Fujiyama’ .
Ini yang perlu dikoreksi. Yama sendiri dalam Bahasa Jepang sudah memiliki arti gunung, jadi bila ada yang menyebut 'Gunung Fujiyama’ itu menjadi kurang tepat.
Jadi lebih tepatnya adalah menyebut 'Gunung Fuji’, ‘Fujiyama’, atau ‘Fujisan’.
5. Harakiri
Kalau ingin menyebut bunuh diri dalam Bahasa Jepang, pasti banyak yang menyebut harakiri.
Memang tidak sepenuhnya salah sih, namun yang perlu diluruskan adalah harakiri sebenarnya salah satu cara untuk bunuh diri.
Sebenarnya, bunuh diri secara umum dalam istilah Jepang adalah 'Jisatsu'.
Nah, harakiri sendiri bila dimaknai secara harfiah berasal dari dua kata, 'hara' yang berarti perut, dan 'kiri' yang berarti memotong.
Jadi harakiri adalah memotong perut sendiri. Konsep atau metode bunuh diri ini sendiri banyak dilakukan di zaman para samurai dan zaman kerajaan, dimana mereka lebih memilih memotong usus di perutnya sendiri untuk bunuh diri.
Hal itu dilakukan bila mereka gagal dalam menjalankan tugas atau demi menjaga kehormatan harga dirinya. (*/tribun jogja)