Jejak Kopi, Menyeruput Sastra Mengaduk Rindu
Di tengah kampung Prenggan Selatan, Kotagede, dosen sastra tersebut tampil. Ia membawakan puisi di hadapan komunitas sastra dan juga para muridnya.
Penulis: app | Editor: Ari Nugroho
Pura-pura Ngopi
"Pura-pura Ngopi" yang menjadi tagline warung tersebut seakan menjadi antiklimas dari kopi itu sendiri.
Namun, Hendrik Efriyadi punya alasan tersendiri.
Justru tagline tersebut menjadi pengingat tujuan awal warung berdiri.
"Pura-pura ngopi itu belajar, menulis dan bergerak adalah yang utama. Ngopi bagian kecil dari belajar," singkatnya.
"Ngopinya pura-pura, tapi belajarnya serius," timpalnya.
Pengunjung diberikan kebebasan membaca buku koleksi dari komunitas Jejak Imaji.
Komunitas pun akan dengan senang hati menerima masukan dari para pengunjung.
Dengan penyajian khas Turki, biji kopi Belitung, Lasem, Lombok, Lampung, Aceh, dan Temanggung pun akan setia menemani mata agar tetap terjaga menyelesaikan lembar demi lembar halaman buku.
"Kita ingin jadi pemantik kesadaran baik yang kuliah, bekerja, apapun," pungkasnya
Selain itu, untuk menyokong dan mengembangkan diri di dunia penulisan komunitas tersebut akan membuat penerbitan dengan nama Jejak Pustaka. (TRIBUNJOGJA)
