Gelombang Laut Tinggi, Para Nelayan di Kulonprogo Sepekan Tak Melaut
Cuaca buruk dan tingginya gelombang laut selatan membuat mereka kepayahan untuk membawa kapalnya ke dalam perairan.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO – Nelayan pantai selatan Kulonprogo tak lagi melaut sepekan belakangan.
Cuaca buruk dan tingginya gelombang laut selatan membuat mereka kepayahan untuk membawa kapalnya ke dalam perairan.
Buruknya cuaca diikuti kondi gelombang laut yang kian meninggi itu sudah terjadi dalam dua pekan terakhir. Pada awal Maret kemarin, mereka masih sempat turun ke laut untuk mencari ikan.
Hanya saja, beberapa hari belakangan ombak semakin tinggi. Ketimbang mempertaruhkan keselamatan, mereka lebih memilih menyandarkan kapalnya di pantai dan mengerjakan aktivitas lain sebagai sumber nafkah.
Nelayan Pantai Bugel, Panjatan, Ngadiyo (58) mengatakan, pada awal pekan ini tinggi gelombang saat pasang bahkan bisa mencapai 8 meter dan air laut sempat merangsek masuk ke daratan.
Cuaca buruk menurutnya membuat nelayan takut untuk masuk ke perairan. Ombak yang tinggi bisa saja menggulingkan kapal pencari ikan dan membawa resiko bagi keselamatan nelayan sekalipun masih di area pantai.
“Di sini 100 nelayan ngga satupun yang melaut. Selain sedang sepi ikan, ombak terlalu tinggi. Nelayan susah masuk ke laut,” kata Ngadiyo, Rabu (22/3/2017).
Atas kondisi ini, para nelayan pun akhirnya banting stir turun ke ladang dan bertani. Selain menanam kangkung, saat ini juga sudah masuk musim tanam cabe.
Serupa, nelayan Karangwuni, Wates, Winarto mengatakan bahwa dirinya sudah empat hari belakangan tidak melaut. Ombak di laut selatan mendadak meninggi sepekan ini.
Padahal, beberapa hari sebelumnya, perairan cenderung landai dan sangat bagus untuk mencari ikan.
Sementara itu, nelayan Pantai Congot, Temon, Surjani (55) mengatakan, pada Selasa malam lalu, ombak tinggi menghantam pantai dan masuk ke daratan hingga sempat menyeret perahu-perahu nelayan yang tengah ditambatkan.
Nelayan pun berlarian berusaha menyelamatkan kapalnya supaya tidak terbawa air hingga tengah laut. Mereka lalu mengikat perahunya lebih kencang lagi.
“Sampai sekarang nelayan tidak berani melaut. Banyak yang beralih jadi buruh bangunan karena di wilayah terdampak bandara banyak warga yang bangun rumah,” kata dia. (*)