Patung Jenderal Sudirman Sebaiknya Diajukan Sebagai Benda Cagar Budaya

Dibutuhkan kajian terlebih dahulu untuk memustukan bahwa patung tersebut beralih dari karya seni menjadi karya budaya.

Penulis: gil | Editor: oda
Tribun Jogja/Bramastyo Adhy
Para seniman menyesalkan pengecatan terhadap patung Jenderal Sudirman yang berada di kompleks Gedung DPRD DIY. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ikrar Gilang Rabbani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Patung batu Jenderal Sudirman yang berada di kompleks DPRD DIY rupanya belum masuk daftar benda cagar budaya di Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY.

Kepala Bidang Pelestarian Warisan dan Nilai Budaya Disbud DIY Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan, walau patung Jenderal Sudirman memiliki nilai historis tinggi, bukan berarti otomatis langsung masuk dalam daftar benda cagar budaya.

Dibutuhkan kajian terlebih dahulu untuk memustukan bahwa patung tersebut beralih dari karya seni menjadi karya budaya.

"Tidak semua benda yang lebih dari 50 tahun itu langsung disebut cagar budaya, memang dibutuhkan kajian lebih dahulu," ujar Dian pada Senin (6/2/2017).

Karenanya, tidak bisa diasumsikan secara langsung bahwa pengecatan yang terjadi pada patung disebut melanggar Undang-undang.

Kajian historis tujuan penempatan patung di DPRD harus dilakukan sehingga menguatkan untuk dimasukkan sebagai kandidat benda cagar budaya.

Ia menjelaskan, dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan suatu benda bisa diakui pemerintah sebagai cagar budaya bila memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Data-data historis diperlukan sehingga bisa memenuhi kriteria.

Dian menyarankan, bila banyak pihak menilai patung tersebut memiliki nilai yang penting, maka pemiliknya harus mengajukan ke dinas wilayah patung berada, yakni Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.

Menurutnya, patung Jenderal Sudirman sangat bisa berubah dari karya seni menjadi karya budaya.

Sementara itu seniman Bramantyo Prijosusilo menilai, pengecatan terhadap patung jenderal sudirman sebagai tindak kebodohan yang luar biasa.

Dicatnya patung sebagai bentuk banyak yang tidak memiliki wawasan tentang estetika seni.

"Pengecatan terhadap patung karya seni itu saa saja merusak karya seni, dan anehnya pengrusakan tersebut menggunakan uang rakyat karena dilakukan di area pemerintahan," tutur Bramantyo.

Ia menilai, pengecatan tersebut tidak relevan. Pasalnya, batu memiliki pori-pori sehingga bisa dicat, maka cairan akan masuk ke dalam pori-pori dan susah untuk dibersihkan.

Dibutuhkan ahli restorasi untuk bisa membersihkan, walau susah untuk mengembalikan ke bentuk asli.

"Tidak ada patung batu tokoh di Indonesia yang sangat mirip dengan asli kecuali patung pak Dirman itu. Tentu, pengecatan telah memalukan Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota seniman," ungkapnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved