EthniCode: Terjemahkan Kode dalam Kain-kain Etnik
Kain Lurik yang selalu menjadi signature-nya, berpadu dengan Kain Tenun Troso Jepara, Tenun Goyor Sukoharjo, Tenun Tanimbar.
Penulis: Gaya Lufityanti | Editor: oda
"Pelanggan bisa memilih atasan, jaket atau bawahan saja untuk dipadu padankan dengan busana lain," lanjut perancang yang koleksinya pernah dikenakan artis Dian Nitami, Anjasmara, Reza Rahadian, dan Marsha Timothy ini.
Kecenderungan sifat kain tenun yang tebal dan kaku, membuat perancang kadang kesulitan mengolahnya. Karena tidak semua style baju cocok diaplikasikan ke kain tenun.
Motif yang kaku juga menjadi tantangan tersendiri. Terkadang, motif terlihat bagus jika masih dalam satu lembar kain. Namun akan hilang karakter tenun dan motifnya saat kain tersebut dipotong.
"Inilah yang menjadi hal yang diwaspadai desainer lain, yakni mengolah kain tenun menjadi baju tertentu supaya tidak hilang karakternya," bebernya.
Untuk tema The Heritage dalam Jogja Fashion Week (JFW) 2016 kali ini, Phillip juga merancang beberapa batik. Selama berkarir sebagai fashion designer, Phillip memang tidak pernah menggunakan batik dalam rancangannya.
Namun kali ini, bekerjasama dengan perajin di Gedangsari Gunungkidul, Phillip merancang motif daun pisang. Motif ini muncul dari kekayaan alam yang ada di Gedangsari, dimana bambu, pisang dan sirkaya banyak dijumpai di sana.
Perancang yang mengidolai desainer Jepang, Yohji Yamamoto ini mengaku tidak mempunyai maksud dari angka 94 yang merupakan jumlah outfit yang diperagakannya kali ini.
Menurutnya, angka 94 ini tepat untuk show tunggal berskala besar dan tidak membuat penonton bosan.
"Show tunggal merupakan sebuah signature, presentasi dan jati diri seorang perancang busana. Dalam Show tunggal, biasanya 90 persen karyanya sempurna, sementara 10 persennya akan menjadi kritikan. Oleh karena itu, tiap pieces harus sempurna, lebih baik memaksimalkan kualitas daripada kuantitas," tegasnya. (*)