Tak Menyerah Meski Sebatang Kara, Siswa Tunanetra di Bantul Ini Terus Ukir Prestasi Membanggakan

Meski menjadi tuna netra, dia tak lantas membutakan hati untuk tetap berbuat baik dan mengejar cita-cita.

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Agung Ismiyanto
Slamet (18), pelajar SMP 2 Sewon yang juga tunanetra menorehkan prestasi nasional di bidang tenis meja. Meskipun, dia hidup sebatang kara dan ditinggal kedua orangtuanya. 

Sebatang Kara

Kehidupan Slamet sempat diwarnai kesedihan selama beberapa waktu lalu. Kepahitan inilah yang justru memupuk semangatnya untuk berjuang dan hidup dengan lebih maju. Peristiwa tersebut terjadi pada 2013 lalu.

Kala itu Slamet yang terbiasa berkomunikasi dengan orangtuanya yaitu Suhardi dan Asminah lewat SMS mendadak tidak pernah dihubungi lagi oleh orangtuanya.

Slamet saat itu masih tinggal di asrama Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) Yogya, memutuskan untuk pulang ke Muntilan karena sudah lama tidak mendapat kabar dari orangtuanya.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini akhirnya memutuskan untuk menengok kondisi rumahnya di Dusun Karangsari, Prumpung, Muntilan.

“Tetapi saya tidak menjumpai keluarga saya. Rumah sudah nggak ada orang lagi. Entah kemana, nggak ada yang tahu. Yang punya kontrakan bilang perginya diam-diam, dia juga tidak tahu," katanya.

Rasa pahit bercampur sedih mendera hatinya. Namun, dia tetap memilih untuk tegar dan berusaha mencari jalan keluar. Dia pun memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta. Dia akhirnya menggunakan uang dari hasil kejuaraannya untuk membiayai hidupnya.

Keinginan sekolahnya begitu kuat, sehingga, akhirnya dia bersekolah di SMP 2 Sewon. Karena keterbatasan dana, dia sempat tinggal di salah satu ruang di sekolahnya itu. Bahkan, guru-gurunya pun sempat patungan untuk membiayai hidupnya dan mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

Di balik kepahitan hidupnya, Slamet berusaha memaknai kesuksesan hidup dengan mata hatinya. Dia tak ingin tenggelam dalam kesuksesan duniawi yang hanya mengejar materi saja. Namun, lebih dari itu, dia ingin belajar untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan.

“Bagi saya, pengalaman hidup ini adalah sebuah hal yang istimewa. Saya berupaya untuk tetap bisa berdiri tegak dan menuliskan cerita kehidupan ini. “ katanya.

Edi Priyanto, salah satu difabel yang juga kawan Slamet menganggap Edi sebagai sosok yang sangat berjuang. Dia kerap mengobrol berbagi suka dan duka dengan Slamet dalam segala hal. Menurutnya, semangat hidup Slamet kerap menjadi teladan baginya.

“Saya senang cerita dengan Slamet. Dia memang sosok yang tangguh,” ulasnya. (Tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved