Pemkot Ikut Tanggung Iuran BPJS untuk Masyarakat Miskin
Dengan adanya program verifikasi ulang atau kembali menyisir itu, diharapkan Upik dapat memetakan penerima PBI yang sudah meninggal dunia.
Penulis: mrf | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta akan menanggung iuran kepesertaan BPJS Kesehatan bagi masyarakat setempat yang kurang mampu, namun belum terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). Nantinya, kepesertaan masyarakat miskin akan ditanggung APBD.
Kepala Kantor Cabang Utama (KCU) BPJS Kesehatan Yogyakarta, dr Upik Handayani mengungkapkan, kuota PBI di Kota Yogyakarta yang dibiayai APBN sebesar 114.647 jiwa.
Jumlah penerima tersebut ditetapkan pemerintah pusat menggunakan data dari Kementerian Sosial.
“Saat ini kami bekerjasama dengan Pemkot Yogyakarta untuk kembali menyisir, barangkali ada warga miskin yang belum terdaftar program PBI,” ujar Upik di Balai Kota Yogyakarta, Selasa (24/5/2016).
Dengan adanya program verifikasi ulang atau kembali menyisir itu, diharapkan Upik dapat memetakan penerima PBI yang sudah meninggal dunia, atau terjamin secara mandiri oleh perusahaan.
Maka dalam proses verifikasi, dia optimistis mendapat data detail penerima PBI.
Dia menambahkan ketika Pemkot Yogyakarta menemukan warga miskin yang belum terdaftar program PBI, maka akan dimasukkan ke program PBI dengan biaya dari APBD Kota Yogyakarta.
Dengan demikian, Upik berharap proses integrasi Jamkesda ke JKN akan lancar.
“Karena validitas data kepesertaan BPJS Kesehatan sangat penting, sebelum program Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) migrasi ke JKN (Jaminan Kesehatan Nasional),” katanya.
Upik pun mengapresiasi warga Yogyakarta, menengok cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di kota ini paling tinggi se-DIY yakni 144.121 jiwa atau 84,4 persen.
Sementara di kabupaten lain di DIY, rata-rata peserta BPJS Kesehatan baru 74 persen dari jumlah penduduk.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta, Hadi Muchtar menjelaskan, data penerima PBI selalu dilakukan proses validasi tiap enam bulan sekali.
Tiap validasi data, pihaknya selalu melaporkan perubahan ke pemerintah pusat.
“Nantinya yang kami prioritaskan dari pemegang KMS. Biasanya tiap ada penerima yang meninggal, tidak ditemukan domisilinya, atau sudah terdaftar program mandiri, mereka diganti dari pemegang KMS,” ucap dia. (tribunjogja.com)