Masyarakat Melek Hukum, Banyak Laporan Kasus Pelecehan Seksual
Kepolisian berharap para orangtua yang anaknya menjadi korban berani melaporkan dan menempuh jalur hukum bagi si pelaku.
Penulis: Santo Ari | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kasus pelecehan seksual masih mewarnai data kriminal yang ditangani kepolisian di wilayah Sleman.
Penyebab banyaknya pelaporan yang masuk salah satunya adalah masyarakat yang sudah melek hukum.
Kepolisian berharap para orangtua yang anaknya menjadi korban berani melaporkan dan menempuh jalur hukum bagi si pelaku.
Kabid Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti mengatakan kasus pelecehan seksual sering tidak dilaporkan karena pihak orang tua merasa malu dan menganggap itu sebagai aib.
"Padahal kalau tidak dilaporkan sama saja melakukan pembiaran dan bisa saja pelaku akan memakan korban lainnya," ujar Anny saat dijumpai wartawan belum lama ini.
Ia menambahkan bagi orangtua yang anaknya menjadi korban pelecehan seksual, langkah yang harus dilakukan adalah dengan melakukan visum.
Visum dinilai penting lantaran hasilnya dapat menjadi bukti yang digunakan penyidik untuk menjerat pelaku.
Sedangkan untuk menangani kasus tersebut, biasanya ditangani langsung oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) baik di tingkat Polda hingga tingkat polsek.
Untuk tingkat wilayah Sleman sendiri, dalam kurun waktu 2014 terdapat 56 korban yang mengalami pelecehan seksual. Sedangkan pada tahun 2015 hingga bulan Oktober saja sudah mencapi 77 korban.
Kasat Lantas Polres Sleman AKP Sepuh Siregar mengatakan, banyaknya kasus pelecehan seksual selain karena keluarga keluarga yang melek hukum juga dikarenakan faktor lingkungan, pengaruh internet, media sosial serta jenis tayangan di stasiun televisi.
Kemajuan teknologi dinilai tak bisa dibendung, setiap anak saat ini cenderung memiliki ponsel pintar atau smartphone yang langsung tersambung dengan internet.
"Isi media sosial dan akses internet yang terlalu vulgar dan tidak disaring dapat mempengaruhi pikiran anak, sehingga tanpa pengawasan orang tua mereka akan terjerumus ke hal-hal yang dilarang," terang Sepuh kemarin.
Sementara itu aksi cabul yang kerap ditangani juga karena adanya kesempatan.
Ia mencontohkan masih banyaknya area tertutup tanpa pengawasan yang sering disalahgunakan seperti bilik warnet, penginapan kelas melati, dan rumah kosan yang bebas dimasuki baik perempuan atau laki-laki.
"Untuk pergaulannya bisa karena pengaruh minuman keras (miras) dan pil psikotropika yang mewabah. Itu juga menjadi andil seseorang berani berbuat melanggar norma. Tentu saja kepedulian orang tua tentang kegiatan anaknya di luar rumah harus ditingkatkan," tukasnya. (tribunjogja.com)
