Neclegted Memory, Sebuah Proses Eksperimen Dalam Berkarya
Neclegted Memory merupakan sebuah perjalanan dan perubahan dari seorang seniman asal Surabaya bernama Sigit Tamtomo.
Penulis: abm | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, Septiandri Mandariana
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Neclegted Memory merupakan sebuah perjalanan dan perubahan dari seorang seniman asal Surabaya bernama Sigit Tamtomo dalam berkarya di dunia seni rupa.
Berbagai hal yang ia bisa lakukan kini tidak terpisah dari usahanya di masa lalunya saat membuat karya. Goretan yang ada sekarang merupakan hasil dari berprosesnya saat tekun belajar dan berkreatifitas lewat sebuah karya seni rupa.
"Awalnya saya berkarya mengikuti akademik banget. Saya berpikir, melukis itu tidak ada yang lain apa? Mulai 2010 saya mulai bereksperimen dalam membuat karya-karya saya," ungkap Sigit kepada Tribun Jogja, Senin (14/12/2015) pagi.
Karya-karya yang Sigit ciptakan dari hasil eksperimennya bisa terlihat dalam sebuah pameran seni rupa bertajuk Neclegted Memory memamerkan sebanyak 29 karyanya yang dibuat pada tahun 2010, 2011, 2014 dan 2015, di Jogja Contemporary.
Proses-proses itu Sigit tunjukan dalam karya-karyanya, baik dalam bentuk 2 dimensi maupun 3 dimensi.
Seperti yang terlihat dalam karyanya berjudul "The World of Mounth" yang dibuat pada tahun 2015 berukuran 50×450 cm. Karyanya itu terbuat dari gulungan seng yang beberapa bagian ada di atas dan bagian lainnya berapa di bawah.
Terlihat sebuah kondisi yang menggambarkan kekacauan dengan banyaknya bentuk-bentuk gedung yang ditaruh tidak beraturan.
"Karya-karya saya sendiri adalah hasil dari fenomena yang saya lihat sehari-hari. Dalam karya The World of Mounth sendiri saya memperlihatkan efek-efek pembakaran untuk menggambarkan goncangan kekacauan, dan terutama yang terjadi di masyarakat bawah," ujarnya.
Selain itu, adapun karya berjudul "Head Series #3" yang memperlihatkan sebuah kondisi seseorang yang sedang dilanda kerisauan di dalam dirinya.
Dan hal itupun dikatakan oleh Sigit, bahwa karya-karya sendiri dibuat yang berangkat dari sebuah keresahan terhadap sebuah kondisi yang ada.
"Perubahan-perubahan kekaryaan sebenarnya bukanlah sebuah arti yang berlebih, hal sederhana bahwa masing-masing manusia termasuk Sigit Tamtomo yang telah menuti kenaturalan hidup yang juga memiliki periode-periode tertentu yang tidak mesti tidak harus menatap kecuali sementara," tutur Hari Prajitno, kurator pameran tersebut. (abm)
