Kepala BLH Yogyakarta Sebut Dirinya dalam Kondisi Terpaksa
Kepala BLH Kota Yogyakarta, Irfan Susilo meminta dirinya dilepaskan dari segala tuntutan atas dugaan korupsi proyek pergola.
Penulis: Victor Mahrizal | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, Victor Mahrizal
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Irfan Susilo meminta dirinya dilepaskan dari segala tuntutan atas dugaan korupsi proyek pergola tahun 2013.
Irfan menyangkal tindakannya sebagai perbuatan pidana.
MelAlui pledoinya yang bertajuk Kisah Pengabdi Negara yang Menjalankan Aturan Dengan Mendapat Tekanan, Tidak Diberikan Penghargaan Justru Berakhir di Lembaga Pemasyarakatan. Irfan menilai dirinya tidak layak diproses.
“Tindakan mal administrasi yang dilakukan pejabat Negara bukan berarti cerminan tidak mendukung pemberantasan korupsi,” kata Irfan membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Rabu (2/12/2015).
Tindakannya sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Panitia Pelaksana (PPKom, PPHP) hanya selaku eksekutor. Tandatangan Pengguna Anggaran (PA) ialah merupakan pelaksanaan fungsi perpres No 54 tahun 2012, pasal 89.
“Karena secara hukum dalam pengerjaan suatu program pergola ini sudah terbagi ke dalam tugas pokok dan funginya masing-masing (tupoksi),” jelasnya.
Bahkan, dirinya sudah menyampaikan pada saat rapat-rapat di Komisi C sebaiknya Proyek Pergola ini diserahkan kepada wilayah-wilayah saja karena waktunya mepet, namun tetap usulan terdakwa tidak di dengar.
“Kepada dewan saya sendiri sudah menyatakan this is impossible, I am give up [Ini tidak mungkin dan saya menyerah],” sebut Irfan.
Irfan yang didakwa telah merugikan keuangan negara Rp 1,2 miliar lebih, dalam kasus ini bertindak selaku Pengguna Anggaran.
Oleh jaksa penuntut umum (JPU), ia dituntut hukuman pidana dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dua terdakwa lainnya, Suryadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen dituntut satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Pihak swasta, Hendrawan memperoleh tuntutan pidana paling tinggi, yaitu empat tahun penjara.
Selain itu hendarawan juga membayar denda yang lebih tinggi, yakni denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan dan masih dibebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara Rp 329 juta subsider dua tahun penjara.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DIY yang dipimpin oleh Suharno menilai perbuatan ketiga terdakwa semuanya terbukti memenuhi dakwaan subsider Pasal 3, jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tribunjogja.com)