Jejak Peradaban dalam Peringatan 200 Tahun Letusan Gunung Tambora
Jejak keagungan Tambora terpampang melalui potret foto tim Ekspedisi Kompas Cincin. Foto-foto tersebut dipamerkan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ikrob Didik Irawan
Hal ini ditunjang oleh temuan berbagai jenis komponen bangunan biologis yang muncul pada setiap tahapan penelitian.
Sejahtera
Sementara itu, kehidupan masyarakat di kaki Gunung Tambora pascaletusan tampak sejahtera.
Terlihat gambar di mana ibu-ibu sedang memilah padi kering untuk disimpan dalam lumbung padi di Desa Tepal, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, NTB.
Selain bertani, penduduknya juga bekerja sebagai nelayan. Terlihat warga bergotong royong membawa kayu untuk membuat perahu di Tanjung Maranti, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, NTB.
Tanjung Maranti adalah pelabuhan kecil menuju Pulau Satonda yang terkenal dengan danau asin yang terbentuk dari letusan Gunung Tambora.
Diperkirakan air asin karena tercampur dengan air laut yang meluap dan terperangkap di danau pada saat Gunung Tambora meletus.
"Pameran ini digelar untuk memperingati 200 tahun meletusnya Gunung Tambora. Melalui pameran foto, masyarakat diajak lebih membuka mata untuk mengetahui keadaan di Tambora," ungkap Muhammad Irvan Avib Azizi, petugas yang berjaga di pameran tersebut.
Menurut keterangan Irvan, tim Ekspedisi Kompas Cincin Api melakukan perjalanan ke Tambora pada pertengahan tahun 2015.
Foto jejak perjalanan tim ekspedisi hingga ke puncak juga diabadikan dalam sebuah foto ayng memperlihatkan kemegahan puncak Gunung Tambora yang terkena terpaan sinar matahari. Tampak gagah dan hangat.
Setelah letusan, Tambora kehilangan hampir separuh tinggi dan volumenya. Tinggi asli Gunung Tambora mencapai 4.200 mdpl (meter dari permukaan laut), dan kini tersisa 2.800 mdpl.
Selain itu Tambora memiliki kaldera berdiameter 8 kilometer dan tinggi dasar kawah 1.300 mdpl. (tribunjogja.com)