Jejak Peradaban dalam Peringatan 200 Tahun Letusan Gunung Tambora
Jejak keagungan Tambora terpampang melalui potret foto tim Ekspedisi Kompas Cincin. Foto-foto tersebut dipamerkan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM - Banyak yang menyangka jika letusan gunung api terhebat di Indonesia adalah letusan gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883.
Ternyata ada yang lebih dahsyat dari letusan Krakatau. Dialah Gunung Tambora yang berada di Nusa Tenggara Barat yang meletus pada 1815 dengan volume materi vulkanik hingga 160 km3.
Sebelum meletus hebat pada 10 April 1815, Gunung Tambora adalah gunung api tipe stratovulcano berbentuk kerucut dengan tinggi 4.200 meter.
Saat itu Tambora merupakan gunung api tertinggi di Nusantara, Kerinci (3805 meter) dan Semeru (3676) masih berada di bawahnya.
Terdapat tiga kerjaan yang berjaya di kaki Gunung Tambora. Mulai dari Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat, dan Kerajaan Sanggar.
Kerajaan-kerajaan tersebut diduga cukup makmur serta terlibat perdagangan dengan kerajaan sekitar dan juga VOC. Hasil bumi yang dihasilkan di sana berupa kemiri, kapulaga, padi, kopi, lada, madu, kain tenun tradisional dan kuda.
Jejak keagungan Tambora terpampang melalui potret foto tim Ekspedisi Kompas Cincin. Foto-foto tersebut dipamerkan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, hingga Selasa (17/11/2015).
Foto Fikria Hidayat menunjukkan tentang usaha tim dari Balai Arkeologi Bali yang melakukan ekskavasi di kaki Gunung Tambora.
Ekskavasi menemukan sisa-sisa permukiman yang tertimbun material letusan dahsyat Gunung Tambora tahun 1815.
Di foto lain terlihat jelas temuan tiang kayu yang melengkapi umpak batu yang ditemukan sebelumnya.
Temuan tersebut menjadi kunci untuk memastikan bentuk dan tinggi rumah Tambora di era tersebut. Bentuk rumahnya dapat dipastikan berbentuk rumah panggung dari lubang-lubang penghubung antar tiang.
Bukti peradaban di kaki Gunung Tambora terlihat dari temuan mangkok keramik dari Cina - Dinasti Ching.
Ditemukan juga benda lain berbahan logam seperti cincin, bandul, kalung, keris, pisau, mata tombak, cu'a dan uang logam.
Ada juga bekas alat-alat rumah tangga seperti fragmen alat tenun, tali tambang, niru, anyaman daun lontar, juga ditemukan padi, buah kemiri, dan biji kopi.
Dituliskan dalam sebuah foto penemuan benda purba tersebut, jika nantinya arkeolog lebih fokus untuk merekonstruksi permukiman di sekitar situs Tambora.
Hal ini ditunjang oleh temuan berbagai jenis komponen bangunan biologis yang muncul pada setiap tahapan penelitian.
Sejahtera
Sementara itu, kehidupan masyarakat di kaki Gunung Tambora pascaletusan tampak sejahtera.
Terlihat gambar di mana ibu-ibu sedang memilah padi kering untuk disimpan dalam lumbung padi di Desa Tepal, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, NTB.
Selain bertani, penduduknya juga bekerja sebagai nelayan. Terlihat warga bergotong royong membawa kayu untuk membuat perahu di Tanjung Maranti, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, NTB.
Tanjung Maranti adalah pelabuhan kecil menuju Pulau Satonda yang terkenal dengan danau asin yang terbentuk dari letusan Gunung Tambora.
Diperkirakan air asin karena tercampur dengan air laut yang meluap dan terperangkap di danau pada saat Gunung Tambora meletus.
"Pameran ini digelar untuk memperingati 200 tahun meletusnya Gunung Tambora. Melalui pameran foto, masyarakat diajak lebih membuka mata untuk mengetahui keadaan di Tambora," ungkap Muhammad Irvan Avib Azizi, petugas yang berjaga di pameran tersebut.
Menurut keterangan Irvan, tim Ekspedisi Kompas Cincin Api melakukan perjalanan ke Tambora pada pertengahan tahun 2015.
Foto jejak perjalanan tim ekspedisi hingga ke puncak juga diabadikan dalam sebuah foto ayng memperlihatkan kemegahan puncak Gunung Tambora yang terkena terpaan sinar matahari. Tampak gagah dan hangat.
Setelah letusan, Tambora kehilangan hampir separuh tinggi dan volumenya. Tinggi asli Gunung Tambora mencapai 4.200 mdpl (meter dari permukaan laut), dan kini tersisa 2.800 mdpl.
Selain itu Tambora memiliki kaldera berdiameter 8 kilometer dan tinggi dasar kawah 1.300 mdpl. (tribunjogja.com)