Sultan Ground dan Pakualaman Ground Masih Ada
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 tidak sepenuhnya berlaku di DIY
Penulis: had | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ferry Mursyidan Baldan menegaskan, Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 tidak sepenuhnya berlaku di DIY.
Sebab daerah ini telah memiliki payung hukum sendiri berupa Undang-undang Keistimewaan (UUK).
"Kalau di DIY punya payung hukum, Keistimewaan," katanya, di Yogyakarta, Kamis (1/10).
Menurutnya, jika terdapat aturan mengenai pertanahan ternyata masih belum diatur di UUK DIY, maka dapat mengacu pada UUPA.
Regulasi antara UUK dengan UUPA berbeda pemberlakuannya. UUK merupakan lex spesialis, sedangkan UUPA lex generalis yang berlaku secara umum kecuali di daerah yang memiliki kekhususan seperti DIY.
"Itulah kekhususan utamanya, sama seperti Provinsi Papua atau Aceh," ujarnya.
"Jangan kita pertentangkan dengan konflik regulasinya (antara UUK dengan UUPA). Tapi bagaimana pemberian Keistimewaan," sambungnya.
Ia juga menegaskan bahwa sesuai ketentuan yang terdapat dalam UUK DIY, keberadaan tanah milik Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Puro Pakualaman masih ada, dan Negara mengakuinya.
"Sultan Ground dan Pakualaman Ground itu masih ada," tandasnya.
Sementara itu, DPRD DIY hingga kini belum bersedia membahas Raperda Istimewa (Raperdais) tentang Pertanahan.
Alasannya, dewan tidak akan membahas sebelum inventarisasi lahan SG-PAG selesai tuntas. Dewan memastikan tidak akan membahas Pertanahan tahun ini.
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DIY, Rendradi Suprihandoko mengatakan, rapat paripurna (rapur) evaluasi program legislasi daerah (Prolegda) 2015 yang digelar Rabu (30/9), ada sejumlah raperda dan raperdais diputuskan ditunda.
"Yang pasti ditunda adalah Raperdais urusan Pertanahan, tidak akan dibahas tahun ini," katanya.
Ia belum dapat memastikan, kapan Raperdais Pertanahan akan dibahas. Terlebih, masih banyak waktu untuk menyelesaikan inventarisasi tanah sampai tuntas.
"Pendataan memang butuh lama, perundang-undangan memerintahkan (pendataan SG-PAG) sampai sembilan tahun sejak UUK diundangkan," katanya.
Kepala Biro Tata Pemerintah (Tapem) Setda DIY, Benny Suharsono mengatakan, pihaknya menghormati aspirasi masyarakat terkait pertanahan. Tapi ia memastikan proses pendataan tanah SG dan PAG tetap berjalan.
"Kami menghormati tuntutan yang berkembang, namun kami juga berkewajiban terus menjalankan proses pendataan tanah SG dan PAG karena itu amanah UUK," katanya.
Hingga saat ini, terdata setidaknya 10 ribu bidang tanah Kasultanan dan Kadipaten se-DIY. Sedangkan untuk ukuran dan luasan tanah tersebut saat ini baru dihitung.
"Masih kita hitung secara pasti. Setiap bidang bervariasi ada yang 500 meter sampai lebih dari satu hektar," ungkapnya.
Ia mengakui, dalam pendataan itu Biro Tapem juga memetakan keberadaan tanah SG dan PAG. Setelah pendataan akan dilakukan klarifikasi.
Benny mengatakan ujung dari pendataan tanah tersebut adalah untuk pemanfataan tanah SG dan PAG. Tahapannya adalah pendataan, verifikasi, sertifikasi, pendaftaran dan pemanfaatan.
"Tahapannya masih panjang, tapi harus dimulai," katanya.
Kepala Biro Hukum Setda DIY, Dewo Isnu Broto IS, menjelaskan bahwa UUK telah memberikan kepastian hukum atas pengaturan tanah SG dan PAG.
Tertulis dalam UUK Bab X tentang pertanahan, pasal 32 dan 33. (tribunjogja.com)
