Mitos 'Pulung Gantung' Menular dari Gunungkidul ke Sleman?

Apakah kejadian bunuh diri anak muda di Sleman adalah bagian dari fenomena Pulung Gantung, Gunungkidul.

Penulis: Iwan Al Khasni | Editor: Muhammad Fatoni

TRIBUNJOGJA.COM - Fenomena mengakhiri hidup dengan cara gantung diri marak terjadi pada akhir tahun 2014 dan awal 2015 di wilayah Sleman. Kejadian itu seakan mengingatkan lagi sebutan "Pulung Gantung" yang tersemat di Kabupaten Gunungkidul hingga saat ini.

Merujuk pada catatan Etnohistori.org, Gunungkidul mendapatkan julukan sebagai tanah Pulung Gantung, sebutan Pulung Gantung pada dasarnya merujuk pada benda seperti komet berwarna kemerahaan. Dia terbang di malam hari kemudian seperti jatuh ke rumah seseorang, yang dipercaya tak lama lagi akan ada yang gantung diri.

Soal Pulung gantung itu juga pernah diteliti dan menjadi buku 'Pulung gantung : Menyingkap tragedi bunuh diri di Gunungkidul ditulis oleh Darmaningtyas.' Buku itu membahas kasus-kasus bunuh diri yang terjadi dan penyebabnya.

Pulung Gantung memang terkesan mistis, namun bagi masyarakat Gunungkidul fenomena itu bagian dari kepercayaan lokal, dan tak bisa disangkal sebab dikuatkan dengan catatan, bahwa di Gunungkidul pada periode 2001-2009 saja tercatat 272 kasus bunuh diri.

Data Polres Kabupaten Gunungkidul update terakhir 14 Februari 2014, kasus bunuh diri masih berlanjut. Pada 2010 ada 22 kasus; 2011 = 25 kasus dan 2012 = 40 kasus.

Sementara, beberapa kasus yang terjadi di Sleman, relatif mulai dilakukan oleh anak muda karena masalah cinta.

Secara akademis, hal itu relevan dengan studi mengenai Risiliensi Remaja di Gunungkidul oleh mahasiswa Psikologi, Universitas Padjajaran; disebutkan pada 2011 dan memasuki 2012 fenomena bunuh diri yang sebelumnya banyak dilakukan oleh orang dewasa dan orang tua, beralih menjadi dilakukan anak remaja.

Kejadian bunuh diri dilakukan oleh anak muda tampak mulai menular ke wilayah Sleman, Etnohistori mengungkapkan soal Pulung Gantung, tak hanya satu jenis saja warna merah; ada pulung warna lain yang diidentikan dengan warna biru atau hijau.

Parahnya, pulung jenis itu dipercaya oleh masyarakat lokal seperti fenomena yang bisa menular pada masyarakat DIY yang berada di Timur Kota, Yogya. Lantas apakah kejadian bunuh diri anak muda di Sleman adalah bagian dari fenomena Pulung Gantung, Gunungkidul.

Mari kita simak lagi apakah fenomena bunuh diri yang sebagian dilakukan oleh anak muda di Sleman dan sisanya oleh orang tua dengan latar belakang masalah yang berbeda.

Data TribunJogja.com pada awal 2015, kasus bunuh diri didasari persoalan cinta yaitu Dani Santoso (22), yang bekerja sebagai karyawan karaoke nekat mengakhiri nyawanya dengan gantung diri, Selasa (21/1/2015).

Sebelum gantung diri, pelaku diketahui menenggak obat nyamuk cair yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP). Hasil oleh TKP, ditemukannya surat yang ditinggalkan karena putus cinta kemudian gantung diri.

Pada surat itu disebutkan Dani mendambakan sosok gadis yang bernama Gendis, tapi karena ada masalah cinta itu tak berlanjut.

"Yaudah deh, aku pamit dulu ya.. titip kisah ini," tutup surat itu.

Dani mengaku bahwa pilihannya untuk mengakhiri hidupnya adalah sesuatu yang bodoh dan konyol. Dia tampak sudah siap untuk mengakhiri hidupnya. "Titip dunia ini ya, jaga kesehatan kalian semua, tetep kompak, tetep komunikasi," katanya dalam pesan terakhir.

Masih di Sleman, Mulyadi (21) gantung diri di sebuah pohon di Ngemplak, Ngaglik, Sleman Sabtu (24/1/2015). Polsek Ngaglik menemukan surat yang ditinggalkan. Polisi sendiri kesulitan untuk mencari motif korban melakukan bunuh diri karena alamat korban selama tinggal di Yogyakarta belum diketahui.

Catatan kasus lain, Arif Kusnawanto (22) gantung diri di pohon rombotan yang tak jauh dari rumahnya, Seyegan, Sleman, Minggu (11/1/2015).

Disusul, Martono (65), tewas gantung diri di sumur dekat rumahnya kawasan Gamping, Sleman, Sabtu (31/1/2015).

Kasus bunuh diri dengan cara mengantung juga dilakukan ibu rumah tangga bernama Tumijah (49), warga Seyegan. Dia ditemukan tewas gantung diri di dalam kamar mandi, Selasa (10/2/2015).

Ada pula kasus bunuh diri lain yaitu Tuwuh Adi, warga Mlati, yang ditemukan tewas dengan cara gantung diri di rumahnya.

Kasus selanjutnya, Khomsatun Munawaroh (22) Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tewas gantung diri di kamar kos, Senin (22/12/2014).

Untuk kasus bunuh diri menghebohkan pertama diawali kasus lain yang paling tragis yaitu; bunuh diri tidur di rel kereta, Kamis (22/1/2015). Rukiyem, ditemukan dalam kondisi mengenaskan di perlintasan rel tanpa palang pintu di Dusun Bulak Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping.

Dilanjutkan sepasang kekasih yang serupa tapi tak sama dengan kisah epik Romeo dan Juliet. Keduanya tewas menenggak racun pada Minggu (8/2/2015). Putri (21) dan Khairul (33) diduga kuat sama-sama menenggak racun yang membuat nyawa mereka melayang.

Sayang belum jelas persoalan apa yang menggangu sepasang kekasih itu sehingga nekat mengakhiri hidup. Sedangkan cara lain bunuh diri di Sleman dilakukan dengan terjun ke Kali Progo.

Termasuk seorang ibu rumah tangga menceburkan diri ke Kali Progo, Jumat (2/1/2015). DItemukan surat korban ingin pergi selama-lamanya.

Selain secarik kertas itu, petugas juga menemukan boneka pocong berukuran kecil. Proses pencarian melibatkan pengerahan SAR DIY menyusuri Kali progo. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved