Jubah Perang Jawa dan Kamar Pengabadian Diponegoro
Jubah kebesaran itu tak hanya mewakili kekhasan busana sang pangeran, namun juga menjadi saksi sejarah
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Hendy Kurniawan

“Agar tidak semakin rusak, kami menempatkannya di dalam lemari kaca. Adapun kain putih ini sudah lama menutupi kursi. Pembuatnya sudah meninggal dan hingga kini belum diganti,” ujar Budi.
Selain beberapa benda tersebut, terdapat tujuh gelas keramik Pangeran Diponegoro untuk minum tujuh macam minuman seperti dingo bengle, dadap serep, kopi, teh, air putih, air putih matang, dan jahe. Diantara benda tersebut juga terdapat kendi kecil dan besar.
Sebuah kitab Ta’rib yang berumur ratusan tahun dengan tulisan huruf arab gundul atau aksara pegon juga ada di ruangan itu. Selain itu terdapat empat macam lukisan Diponegoro seperti karya Raden Saleh yang menggambarkan suasana penangkapan Diponegoro, lukisan Diponegoro dengan kudanya Kyai Gentayu, lukisan diri Diponegoro, serta lukisan Diponegoro saat berada di peperangan.
Mengkaji Perawatan
Kasubag Umum dan Kepegawaian Museum Bakorwil II Magelang, Ismun Winarno menjelaskan, pihaknya sejauh ini masih melakukan konsultasi pada Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jateng dan Balai Konservasi Borobudur (BKB) mengenai perawatan peninggalan Diponegoro tersebut. Pihaknya mengaku masih belum menemukan bahan kimia atau pengawet agar peninggalan seperti buku, jubah agar tidak rusak.
“Kami terus melakukan perawatan dengan pembersihan. Permasalahan sekarang, kami belum menemukan ada bahan kimia agar tidak rusak. Kami berkoordinasi dengan BPCB dan BKB untuk mengkaji bahan kimia yang membuat jubah agar tidak merusak warna atau keuletan bahan,” jelasnya.
Khusus untuk jubah, pihaknya berencana untuk tidak menggantung jubah pada hanger dengan posisi berdiri. Namun, akan ditempatkan secara miring dengan kemiringan 45 derajat, sehingga jubah tetap awet.
“Ini agar tidak rusak. Rencana tahun ini juga akan ada perbaikan gedung karena menjadi daya tarik dan menyimpan sejarah,” tandasnya. (*)