Musim Hujan, 70 Juta Meter Kubik Material Merapi Masih Mengancam
Material yang masih tertahan di Merapi berisiko terbawa air hujan dan menimbulkan banjir lahar dingin.
Penulis: esa | Editor: Mona Kriesdinar
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ekasanti Anugraheni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebanyak 70 juta meter kubik material sisa erupsi Merapi 2010 kembali mengancam warga pada musim penghujan kali ini. Material yang masih tertahan di Merapi berisiko terbawa air hujan dan menimbulkan banjir lahar dingin.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi ( BPTTKG) Subandriyo mengatakan, potensi lahar dingin memang masih ada. Namun, hal itu hanya akan terjadi jika terjadi hujan ekstrim dengan curah hujan lebih dari 100 mm selama satu jam.
"Ada perubahan karakteristik material Merapi, dimana material itu tidak mudah terpicu hujan menjadi banjir lahar dingin," ucap Subandriyo, Selasa (29/10).
Menurut Subandriyo, hal itu dikarenakan sudah berkurangnya material abu di Merapi. Sehingga, lebih banyak menyisakan material padat meliputi pasir dan batu yang tidak mudah terbawa air hujan. Hal itu sangat berbeda dengan kondisi Merapi pascaerupsi 2010. Pada awalnya dulu, meterial yang banyak mengandung abu itu sangat mudah terbawa air hujan dan menyebabkan banjir lahar dingin.
BPPTKG mencatatkan, curah hujan 40 mm selama sekitar dua jam saja sudah mengakibatkan banjir lahar dingin dulunya. Namun seiring berjalannya waktu, BPPTKG mulai mendapati adanya perubahan. Bahkan curah hujan diatas 50 mm hingga 100 mm saja tidak mampu menyeret material itu ke sungai.
"Yang perlu diwaspadai, kalau tiba-tiba curah hujannya ekstrim, di atas 100 mm dan membawa material padat berupa pasir dan batu," tandasnya.
Untuk mengantisipasi potensi banjir lahar dingin, BPPTKG masih memanfaatkan sekitar 20 stasiun pemantauan yang tersebar di 11 sungai yang rawan terjadi banjir lahar dingin. Kesebelas sungai itu antara lain Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Krasak, Kali Putih, Kali Trisik, Kali Senowo, Kali Apu dan Kali Pabelan.
"Peralatan masih bagus, terdiri dari alat pendeteksi getaran, kamera dan pendeteksi curah hujan. Sekarang kami tinggal meningkatkan koordinasi ke pemangku kepentingan dan warga," ucap Subandriyo.
Karenanya, BPPTKG terus berkoordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), LSM yang bergerak di bidang kebencanaan dan komunitas masyarakat lainnya. Sosialisasi kepada masyarakat terkait antisipasi potensi bencana juga terus dilaksanakan. Terutama bagi warga yang tinggal di sekitar 11 sungai itu. "Sosialisasi harus terus dilakukan, tapi jangan berlebihan dan justru menciptakan ketakutan," tuturnya.
Terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Gatot Saptadi menjelaskan, pihaknya sudah menyebarkan Surat Instruksi Gubernur terkait adanya perubahan cuaca dan potensi-potensi bencananya kepada masing-masing Bupati dan Wali Kota di DIY serta BPBD di tingkat kabupaten/kota. Hal itu menyusul adanya informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tentang adanya perubahan cuaca, dari musim kemarau memasuki musim penghujan.
"Surat itu sudah kami sebar sejak 25 Oktober kemarin untuk meningkatkan kesiapsiagaan wilayah. Selain banjir lahar dingin, DIY juga rawan banjir, tanah longsor serta angin kencang dan puting beliung selama musim penghujan kali ini." ucap Gatot, Selasa (29/10/2013).
Kasi Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Tony Agus Wijaya menjelaskan, DIY sudah memasuki musim penghujan pada pertengahan Oktober ini. Lantas, intensitas hujan akan terus meningkat hingga penghujung tahun. Kemudian, Januari 2014 diperkirakan akan menjadi puncak musim penghujan kali ini. Setelahnya, intensitas hujan akan terus menurun menuju ke pergantian musim kemarau.
Pada pergantian musim kemarau menuju musim penghujan, Toni mengimbau agar masyarakat waspada terhadap angin kencang. Biasanya, angin kencang akan terjadi ditandai dengan kondisi langit cerah pada pagi hari, namun pada siang harinya muncul awan berlapis yang pekat. Pada saat itulah, potensi angin kencang atau puting beliung bisa terjadi di area yang terdapat awan pekat berlapis tersebut. "Kecepatan angin kencang bisa mencapai 60 km perjam," ungkapnya. (esa)