Yogyakarta
Pendapatan Pajak dan Retribusi di Yogyakarta Disinyalir Masih Belum Optimal
Besarnya potensi dari penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah harus dimanfaatkan untuk digali oleh Pemerintah Daerah.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendampingi Pemda DIY dalam rangka optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi.
Disinyalir pendapatan daerah melalui dua hal ini masih belum optimal.
“Diduga memang pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi belum optimal. Maka, kami berkoordinasi menciptakan sebuah mekanisme atau alat agar retribusi dan pajak optimal lagi,” kata Kepala DPPKAD DIY, Bambang Wisnu Handoyo saat ditemui Tribunjogja.com usai penandatangan Nota Kesepahaman dengan PT Bank BPD DIY tentang Optimalisasi Pendapatan Daerah (PAD) di Gedhong Pracimosono, Komplek Kepatihan, Selasa (16/07/2019) pagi.
Dari pantauan Tribunjogja.com, penandatanganan ini dilaksanakan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, turut hadir dalam kesempatan ini, Sekda DIY, Gatot Saptadi, Ketua KPK RI, Agus Rahardjo, Direktur Bank BPD DIY, Santoso Rohmad, Kepala Perwakilan BI dan OJK DIY, serta para perwakilan Forkopimda dan OPD DIY, Wali Kota, Yogyakarta, H. Haryadi Suyuti, Bupati Kulon Progo yang diwakili oleh Wakil Bupati Kulon Progo, H Sutedjo, Bupati Sleman, Sri Purnomo, Bupati Bantul, Suharsono, dan Bupati Gunungkidul, Badingah.
Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan PAD baik di lingkungan Pemda DIY maupun di Pemkab/Pemkot se-DIY dari berbagai sektor.
Kesepakatan bersama ini bertujuan untuk meningkatkan pemberian layanan kepada wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah yang lebih efisien dan efektif dengan berpedoman pada prinsip-prinsip good corporate governance, perbaikan sistematis penerimaan daerah yang ekeftif, efisien, dan akuntabel serta meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi.
Berdasarkan KUA-PPAS tahun 2019, jumlah pendapatan daerah dalam RAPBD 2019 ditarget Rp 5,66 triliun yang berasal dari pendapatan asli daerah Rp 1,9 triliun, dana perimbangan Rp 2,4 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah Rp 1,2 triliun.
“Kurang optimalnya, misalnya pengamatan restoran Kota, Bantul, DIY sangat ramai sekali, tapi begitu dicek pendapatan pajaknya kok sedikit. Daerah merisaukan bukan hanya pemerintahnya tidak melakukan monitoring, wajib pajak mengabaikan persoalan ini. Untuk itu perlu penertiban pajak,” jelasnya.
Ketua KPK, Agus Raharjo menjelaskan, pendampingan ini dilaksanakan pada 34 provinsi di seluruh Indonesia.
Pendampingan ini mulai dilaksanakan pada tahun 2018, beberapa daerah yang mulai mendapat pendampingan yakni Jambi, Kepulauan Riau, Bengkulu, Riau, Yogya, Jateng, Bangka Belitung, Sumut dan NTB.
“Kami harapkan, semuanya akan mendapatkan pendampingan. Tetapi, pendampingan bukan melulu monitoring tetapi optimalisasi pendapatan melalui e-planning dan e-budgeting. Diketahui rakyat. Mencontoh Negara besar Amerika, sistem anggaran pun dipublish, sehingga pembelian barang dan jasa untuk Negara bisa dilihat oleh rakyat,” paparnya.
Agus pun sempat menyampaikan penjelasan teknis dalam kaitan tugas pencegahan korupsi dari KPK.
Agus kemudian memberikan komparasi mengenai indeks good governance ditinjau dari indeks korupsi di beberapa negara di dunia.
Menurutnya, dengan adanya optimalisasi PAD, bukan tidak mungkin jika di kemudian hari, skor tersebut akan meningkat.
”Indonesia sendiri skornya 17, paling rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya,” ujar Agus.