Yogyakarta
Keberatan dengan Istilah Berdamai, Kuasa Hukum AN Sebut Kesepakatan
Tim Hukum korban AN, Catur Udi Handayani mengaku sangat keberatan, menolak dan terganggu dengan penggunaan diksi damai di berbagai media massa.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Tim Hukum korban AN, Catur Udi Handayani mengaku sangat keberatan, menolak dan terganggu dengan penggunaan diksi damai di berbagai media massa.
Hal tersebut dianggap menjadi pemicu anggapan bahwa AN menyerah dengan perjuangannya.
Dia mengatakan jika hal tersebut membuat capaian-capaian perubahan yang dibuat oleh AN dan gerakannya selama hampir satu setengah tahun seolah tampak tidak membuahkan hasil.
"Keyakinan kami, bahwa kejadian yang dialami AN adalah kekerasan seksual, yaitu tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan dari korban kekerasan. Pilihan penyelesaian kasus non-litigasi yang diambil oleh AN dan Tim Hukum pada Senin (4/1/2019) merupakan pilihan yang tidak mudah," terangnya.
Baca: Mie Setan dan Iblis Hidangan Mie Super Pedas di Yogyakarta
Dia juga mengungkapkan jika pada tanggal 21 Januari 2019, AN diberitahu mengenai hasil kerja dari Komite Etik, dimana dari tujuh orang anggota komite etik, empat orang menyatakan tidak ada pelecehan seksual, dimana yang terjadi adalah perbuatan asusila dan menolak mengategorikan sebagai pelanggaran sedang atau berat.
Sedangkan tiga komite etik lainnya menyatakan bahwa kasus tersebut adalah pelecehan seksual dan pelanggaran berat.
Kesimpulan tersebut dianggap melukai rasa keadilan AN karena di awal pertemuan AN dengan Komite Etik akan dijanjikan penyelesaian yang berperspektif dan berkeadilan gender.
Baca: Tim Kuasa Hakim AN Pertanyakan Kompetensi Lembaga Konseling untuk HS
Kondisi tersebut mempertegas adanya victim blaming.
Sedangkan berkenaan dengan indikasi tidak adanya pemerkosaan dan pencabulan yang diungkapkan oleh Polda DIY, Udi menerangkan jika dari awal pihaknya sudah menduga dan mengantisipasi hal tersebut akan terjadi.
Dia mengatakan jika sejak awal korban memang tidak ingin membawa kasus ini ke jalur hukum.
"Sejak awal laporan bukan dibuat oleh korban, dan itu di luar dari kesepakatan. Proses hukum, BAP, pemeriksaan saksi, sejak awal kami sudah menghawatirkan ini akan terjadi. Maka sebelum ini terjadi ada penyelesaian alternatif lain yang kemudian jadi pilihan, karena kami tahu kalau itu terjadi maka hal tersebut tidak akan mendukung kondisi psikis dari korban," ungkapnya. (*)