Bantul

Pemkab Bantul Gelar Macapat Massal 72 Jam Nonstop

macapat masaal ini digadang akan memecahkan rekor Kabupaten Bantul dengan dilaksanakan selama 72 jam nonstop.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Macapat massal 72 Nonstop di Bangsal Sasana Kridha, samping Rumah Dinas Bupati Bantul, Trirenggo, Bantul. 

Laporan Reporter Tribun Jogja Ahmad Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Kebudayaan, bekerjasama dengan Paguyuban Macapat Bantul menggelar Macapat massal di Bangsal Sasana Krida, samping rumah dinas Bupati, Trirenggo, Bantul, Selasa, (23/10/2018)

Menariknya, macapat massal ini digadang akan memecahkan rekor Kabupaten Bantul dengan dilaksanakan selama 72 jam tanpa henti.

Kepala Dinas Kebudayaan Bantul, Sunarto, mengatakan, macapat massal 72 jam nonstop akan digelar selama tiga hari. Dimulai dari hari Selasa (23/10) pukul 09.00 WIB sampai hari Jumat (23/10) pukul 09.00 WIB.

"Ini pemecahan rekor untuk Bantul, tapi sepertinya juga pemecahan rekor MURI karena 72 jam ini satu-satunya di Indonesia, macapat paling lama," kata Sunarto, ditemui disela-sela acara, Selasa (23/10/2018).

Baca: Sebelum Mubeng Beteng, Abdi Dalem Gelar Macapatan dan Dhahar Kembul

Menurutnya, pemecahan rekor macapat paling lama di Bumi Projotamansari terjadi pada tahun 2008 silam, dengan durasi 48 jam nonstop.

"Sepuluh tahun kemudian, 2018 ini kita pecahkan 72 jam nonstop," tegas dia lagi.

Macapat merupakan salah satu kesenian adiluhung berupa tembaga atau puisi Jawa yang berkembang di masyarakat Indonesia.

Kesenian ini digolongkan menjadi 11 tembang yang menggambarkan urutan kehidupan manusia sejak dalam kandungan, maskumambang, sampai Pucung, meninggal dunia.

Dijelaskan Sunarto, selama 72 jam penyelenggaraan, macapat massal di Bantul ini akan melibatkan sedikitnya 300 peserta yang terbagi dalam 24 kelompok. Terdiri dari para seniman macapat dan penembrama dari 17 kecamatan di Bantul, siswa SD, SMP, SMA/SMK hingga kalangan guru pendidik.

"Masing-masing kelompok nantinya akan mendapatkan jatah nembang macapat selama 3 jam," jelasnya.

Baca: Melalui Macapat, Nenek Asal Sleman Ini Tak Letih Lestarikan Kebudayaan

Sementara itu, Pembina Macapat DIY, Projosuwasono mengatakan tujuan utama dari digelarnya macapat massal ini adalah untuk menggali kembali naskah-naskah macapat yang sudah lama (kuno).

Harapannya masyarakat dapat mengetahui bahwa para pujangga, zaman dahulu telah membuat naskah macapat yang berisi nasihat dan ajaran yang adiluhung.

Ia mengambil contoh naskah macapat berjudul Serat Wulang Reh yang diciptakan oleh Raja Surakarta, Sri Susuhunan Pakubuwana IV.

"Naskah itu merupakan nasihat yang diberikan oleh sang Raja kepada kawulo, kepada rakyatnya. Dan saat ini masih relevan," tuturnya.

Baca: Keraton Yogya Gratiskan Belajar Macapat di Sekolah Ini

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved