Sleman
Melalui Macapat, Nenek Asal Sleman Ini Tak Letih Lestarikan Kebudayaan
Macapat bukan hanya persoalan tembang semata, namun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap katanyalah yang ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Calon Reporter Tribun Jogja, Siti Umaiyah
TRIBUNJOGJA.COM - Meskipun usianya sudah tidak lagi muda, Bardani (64) warga kecamatan Minggir ini masih sangat bersemangat mengikuti Festival Macapat yang diadakan se-kabupaten Sleman di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman pada Rabu (1/8/2018).
Bardani mengaku, walaupun sudah beberapa kali dia mengikuti perlombaan macapat dan sampai saat ini belum pernah mendapatkan juara, namun dia tetap antusias untuk terus mengikuti perlombaan.
Bardani yang sedari tahun 1970 mulai belajar macapat mengaku, bukanlah menang atau kalah yang membuatnya terus mengikuti lomba, namun semangat untuk melestarikan kebudayaanlah yang membuatnya tertarik.
Baca: Keraton Yogya Gratiskan Belajar Macapat di Sekolah Ini
"Kalau saya dari tahun 1970. Sampai saat ini sudah punya cucu 8. Saya merasa lebih semangat saja jika mendengarkan dan nembang macapat. Setiap seminggu sekali saya juga masih tetap aktif mengikuti latihan bersama dengan teman yang lain," terangnya pada Tribunjogja.com.
Yang lebih membuatnya tertarik, macapat bukan hanya persoalan tembang semata, namun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap katanya lah yang bisa senantiasa dia terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Macapat ini sarat makna, peninggalan nenek moyang. Saya lebih suka nembang macapat dan karawitan. Jika suasana hati sedang tidak enak, dengan nembang macapat bisa berubah menjadi bersemangat. Ini merupakan warisan yang harus kita jaga betul," katanya.
Baca: Macapat Dapat Diimplementasikan dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam lomba kali ini, Bardani memilih satu judul tembang macapat Asmaradana Kedhaton Slendro Manyuro dan satu tembang wajib yang berjudul Sekar Sinom Grandhel Pelog Barang.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, Aji Wulantara mengatakan untuk peserta Festival Macapat diperuntukkan untuk umum, namun kebanyakan yang mendominasi adalah orang tua.
"Peserta perwakilan dari kecamatan dengan jumlah peserta ada 68, laki-laki 34, putri 34. Peserta kebanyakan orang tua, jika dilebel umum didominasi yang mengikuti adalah orang tua. Oleh karenanya untuk tingkat anak sekolah kita nanti akan khusus adakan," katanya.
Mengenai tujuan diadakannya Festival Macapat, Aji menerangkan hal tersebut merupakan upaya Dinas Kebudayaan dalam menjaga eksistensi kearifan lokal.
"Di dalam Sekar macapat, bukan hanya persoalan olah suara saja, tapi ada pesan moral yang terkandung di dalamnya, yang harus terus disuarakan untuk mampu berinteraksi dengan peradaban modern yang sekarang," terangnya. (*)