'Biarlah Aku yang Hancur Asal Bangsaku Tetap Bersatu. . .'

Pada tanggal 21 Juni 1970, 15 hari setelah merayakan ulang tahun ke-69 tahun, Bung Karno meninggal dunia

Editor: Mona Kriesdinar
Arsip
Soekarno Menangis 

TRIBUNJOGJA.COM - 48 tahun lalu, salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia sekaligus

presiden pertama Indonesia, Sukarno, tutup usia.

Pada tanggal 21 Juni 1970, 15 hari setelah merayakan ulang tahun ke-69 tahun, Bung Karno meninggal dunia.

(Baca: Rahasia Pesona Kecantikan Naoko Nemoto, Istri Bung Karno yang Awet Muda)

Walaupun memiliki banyak predikat 'agung' sebagai salah satu tokoh terbesar bangsa Indonesia, Bung Karno menjalani masa tuanya dalam penderitaan sebagai tahanan politik Orde Baru.

Beriktu ini sebuah kisah tragis mantan Presiden Soekarno di masa akhir kepemimpinannya.

(Baca: 3 Benda yang Tak Pernah Lepas dari Bung Karno)

Kisah ini dicuplik dari buku berjudul "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno" terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti

Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.

(Baca: Kisah Cinta Bung Karno dan Inggit Ganarsih Perjuangan Mulai Soekarno Ditangkap di Yogyakarta)

Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.” Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang.”

Dijawab, “Itu pun tidak ada.” Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”

Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.” Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.

(Baca: Barisan Terate Kumpulan Gembong Penjahat Yogyakarta Pengawal Bung Karno)

Maulwi Saelan, mantan ajudan dan kepala protokol pengamanan presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.

“Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu,” kata Bung Karno.

Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana, Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, ”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”

Maulwi Saelan tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.

(Baca: Patung Bung Karno Di Meksiko Dibuat Berdasarkan Sejarah)

Ketika kekuasaan beralih, Maulwi Saelan ditangkap dan berkeliling dari penjara ke penjara.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved