Kisah Cinta Bung Karno dan Inggit Ganarsih 'Perjuangan Mulai Soekarno Ditangkap di Yogyakarta'
Semua para istri dari Bung Karno tentu sudah berkorban banyak untuk si Bung Besar. Namun, tidak ada yang sebesar pengorbanan Inggit
"… sesungguhnya aku harus senang karena dengan menempuh jalan yang tidak bertabur bunga, aku telah mengantarkan seseorang sampai di gerbang yang amat berharga. Ya, gerbang hari esok yang pasti akan lebih berarti, yang jauh lebih banyak diceritakan orang secara ramai."
Demikian ucap Inggit Ganarsih, istri kedua Presiden Pertama RI, Soekarno seperti dikutip dari buku "Kuantar ke Gerbang" tulisan Ramadhan KH.
Semua para istri dari Bung Karno tentu sudah berkorban banyak untuk si Bung Besar. Namun, tidak ada yang sebesar pengorbanan Inggit.
Inggit pernah melakoni peran istri yang nyaris sempurna untuk Bung Karno.
Dia paham betul, seorang istri adalah roh bagi suaminya. Menjadi mata air yang tak pernah mengering. Menjadi api yang membangkitkan semangat.
Pendamping suaminya dalam pertarungan di medan juang. Menyediakan telinganya untuk mendengar. Menyediakan bibirnya untuk tersenyum.Menyediakan matanya untuk pancaran kasih.
Semua itu sudah diberikan Inggit. Hanya satu yang tidak bisa dilakukannya, yakni memberi si Bung Besar keturunan.
Romansa Soekarno dan Inggit bermula pada 1921. Soekarno bersama istrinya, Siti Oetari, putri HOS Tjokroaminoto datang ke Bandung dari Surabaya. Soekarno hendak meneruskan kuliah di Technische Hooge School (THS), sekarang ITB, jurusan Teknik Arsitektur. Atas saran Tjokro, Soekarno indekost di rumah milik Sanusi dan istrinya, Inggit.
Takdir akhirnya berbicara. Soekarno yang tidak bahagia menjalani pernikahannya dengan Oetari bertemu dengan Inggit yang juga tak bahagia dengan pernikahannya. Oetari masih sangat kekanak-kanakan, hampir tiap hari bermain lompat tali di halaman. Kontras dengan Soekarno yang tekun belajar dan giat di pergerakan nasional.
Sementara Sanusi sibuk main biliar dan melupakan kebahagiaan Inggit di rumah. Akhirnya, Soekarno mengembalikan Oetari ke rumah orangtuanya dan kemudian menikahi Inggit yang diceraikan suaminya.Saat itu umur Soekarno 22 tahun sementara Inggit 35 tahun.
Saat menyerahkan Inggit ke Soekarno, Sanusi berpesan, "Cintailah Inggit dengan sungguh-sungguh dan jangan terlantarkan dia. Saya tidak senang, tidak rela kalau musti melihat Inggit hidup sengsara baik lahir maupun batin."
BERJUALAN KUTANG
Bercerai dengan Sanusi dan menikahi Soekarno yang masih mahasiswa jelas menghadirkan tantangan tersendiri. Hidup dengan Soekarno berarti mesti berkesusahan dan jauh dari materi. Toh, Inggit tak gentar menghadapi itu semua.
Dia rela membanting tulang untuk mencari nafkah. Berbagai macam cara dilakukannya. Mulai dari menjahit pakaian, menjual kutang, bedak, rokok, meramu jamu, hingga menjadi agen sabun kecil-kecilan.
Tahun 1926 adalah momen membahagiakan Inggit. Sebab saat itu Soekarno sukses menamatkan kuliahnya. Perjuangannya tidak sia-sia. Namun perjuangan Inggit belum berakhir.