Terkikisnya Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Tak Mustahil Punah
Eksistensi bahasa Jawa, sebagai bahasa tutur peninggalan leluhur, mulai tergeser di tanah Yogyakarta, yang notabene satu pendulum budaya Jawa
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Eksistensi bahasa Jawa, sebagai bahasa tutur peninggalan leluhur, mulai tergeser di tanah Yogyakarta, yang notabene satu pendulum budaya Jawa.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Umar Priyono mengakui, saat ini bahasa Jawa tidak lagi memiliki daya tarik besar, khususnya bagi kalangan muda.
"Ada kekhawatiran itu, bahasa Jawa bisa jadi cepat punah. Sekarang kita lihat, anak-anak kita, generasi di bawah kita, cenderung berbahasa Indonesia, tidak lagi pedulikan bahasa Jawa. Ini kan bahaya," ucapnya, Senin (26/2/2018).
Menurutnya, banyak sekali faktor yang membuat bahasa Jawa semakin ditinggalkan oleh kaum muda.
Namun jika ditelisik, salah satu faktor utamanya adalah munculnya anggapan, kalau bahasa Jawa ketinggalan zaman.
Baca: Eksistensi Bahasa Jawa Semakin Terpinggirkan
"Bahasa Jawa dianggap tidak gaul. Makanya, saya salut, waktu dengar di Jawa Timur ada komunitas anak muda yang menginisiasi pelestarian bahasa Jawa. Kalau di Yogyakarta, sepertinya belum ada itu," katanya.
Jika hanya mengandalkan pemerintah saja, lanjut upaya mempertahankan eksistensi bahasa Jawa itu akan terasa sangat berat.
Terlebih, pendidikan bahasa Jawa di sekolah, baik di tingkat SD, sampai SMA, bisa dibilang belum cukup memenuhi.
"Muatan lokal di sekolah itu kecil sekali. Undang-undang kita tidak memungkinkan, sangat berat. Sekarang, muatan lokal di sekolah itu, hanya beberapa persen saja," cetusnya.
Karena sulit untuk mendapat pengetahuan dan praktik yang cukup di sekolah, Umar berharap, supaya ada gerakan-gerakan di tengah masyarakat untuk melestarikan bahasa Jawa.
Tidak perlu muluk-muluk, upaya itu bisa ditempuh oleh orangtua kepada anak.
Baca: Fungsi Bahasa Jawa Tidak akan Dapat Digantikan Bahasa Indonesia maupun Asing
"Membiasakan anak, agar sehari-hari menggunakan bahasa Jawa, terutama saat di rumah, itu jauh lebih penting daripada pembelajaran di sekolah. Ingat, bahasa itu skill, bukan knowledge. Kalau tidak digunakan untuk bicara, ya percuma," urainya.
Namun, lanjut Umar, situasi saat ini memang bisa dikatakan kurang mendukung hal tersebut.