Warga Tolak Tambang Pasir Pakai Backhoe
Ratusan warga tersebut juga menolak keberadaan alat berat berupa bakchoe untuk menambang pasir di sepanjang sungai di wilayah Kulonprogo.
Penulis: Yoseph Hary W | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Menumpang beberapa truk tambang pasir, ratusan warga Banaran Kecamatan Galur, mendatangi Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kulonprogo, Kamis (1/9/2016).
Mereka menuntut pemerintah segera meninjau terbitnya izin operasi salah satu perusahaan tambang pasir yang menggunakan alat berat di Sungai Progo di wilayah tersebut.
Selain itu, ratusan warga tersebut juga menolak keberadaan alat berat berupa bakchoe untuk menambang pasir di sepanjang sungai di wilayah Kulonprogo.
Pasalnya, khawatir berdampak buruk pada lingkungan, pada akhirnya warga juga yang bakal dirugikan.
Perwakilan warga tersebut, Indro Purnomo, mengatakan penambangan pasir di Sungai Progo menggunakan backhoe bakal menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Sekitar 70 hektare tanah rakyat bisa hilang, berubah menjadi wedi kengser. Kalau banjir dan terjadi abrasi tanah akan habis," kata mantan perangkat desa yang pernah mengabdi selama 40 tahun di Banaran itu, Kamis.
Aksi ratusan warga tersebut sejak awal kedatangan mereka hingga akhir pertemuan dengan KLH mendapat pengawalan aparat keamanan Polres Kulonprogo.
Tidak hanya para anggotanya, jajaran perwira, kasat hingga wakapolres pun turun lapangan dan memantau mediasi di ruang KLH Kulonprogo.
Sementara perwakilan warga itu melakukan audiensi dengan KLH dan bidang ESDM Kulonprogo, massa di luar menunggu sembari sesekali meneriakkan tuntutan agar penggunaan alat berat di penambangan pasir ditinjau kembali.
Meski demikian, aksi warga untuk menyampaikan aspirasi tersebut hingga akhir tetap berjalan terkendali.
Seusai pertemuan warga - KLH yang berjalan lebih kurang sejam itu, Indro mengatakan di wilayahnya saat ini dikabarkan telah ada dua perusahaan penambang pasir yang mengantongi izin operasi.
Satu di antaranya telah beroperasi menggunakan alat berat, satu lainnya belum beroperasi karena masyarakat merasa belum mendapat sosialisasi saat proses perizinannya.
"Satu perusahaan kami minta pending dulu karena masyarakat belum mengizinkan. Mereka belum sosialisasi kepada warga sekitar, malah sosialisasinya dengan antek-antek perusahaan itu sendiri," ujar Indro.
Dia menegaskan, selain menuntut adanya peninjauan kembali atas terbitnya izin penambangan pasir perusahaan yang dimaksud, warga juga menuntut pemerintah melarang penambangan menggunakan alat berat.